ngepeter's face

ngepeter's face
wajah orang-orang ruwet

Kamis, 05 Mei 2011

PROPOSAL PENELITIAN SASTRA (LENG)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini.
Proposal ini berjudul “LENG : Sebuah Kajian Budaya Jawa” merupakan sebuah usulan penelitian untuk memenuhi syarat menyusun skripsi.
Penulis menyadari karena bantuan dari pihak maka proposal ini bisa terselesaikan. Sebagaimana mestinya pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Winardi, SH, M.Hum, selaku Ketua STKIP PGRI Jombang.
2. Dra. Heny Sulistyowati, M.Hum, selaku Ketua Pusat Penelitian STKIP PGRI Jombang.
3. Susi Darihastini, S.Pd, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.
4. Semua staf perpustakaan yang telah banyak menyediakan referensi kepada penulis.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis yang tidak disebutkan disini.
Pada akhirnya penulis berharap kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan proposal ini. Semoga proposal ini dapat memberi manfaat bagi perkembangan Pendidikan Bahasa Indonesia.

Jombang, 1 Mei 2011

Penulis

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 4
1.2.1 Batasan Masalah 4
1.2.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.3.1 Tujuan Umum 4
1.3.2 Tujuan Khusus 4
1.3.3 Manfaat Penelitian 4
1.3.4 Definisi Penelitian 5

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Hubungan Karya Sastra Dengan Budaya 6
2.2 Budaya 8
2.2.1 Definisi Budaya 8
2.2.2 Fungsi Budaya 9
2.3 Pengertian Naskah Drama 10


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sumber Data Dan Data Penelitian 11
3.2 Cara Kerja Penelitian 11
3.3 Teknik Pengumpulan Data 11

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Karya sastra pada umumnya tidak pernah melepaskan diri dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat. Karya sastra menampilkan permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam kehidupan manusia yang berkaitan dengan makna (tata nilai) dari situasi sosial dan historis yang terdapat dalam kehidupan manusia.
Karya sastra bukan aspek kebudayaan yang sederhana. Ia merupakan lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, sedangkan bahasa itu sendiri adalah ciptaan sosial. Jadi dapat dikatakan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan yang merupakan kenyataan sosial.
Naskah drama sebagai bagian dari karya sastra dan sebagai produk budaya menampilkan khasanah budaya yang ada dalam masyarakat. Pengarang atau sastrawan tidak hanya menyampaikan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat, melainkan juga kearifan-kearifan yang dihadirkan dari hasil perenungan yang mendalam.
Realitas dalam karya fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang menyakinkan yang ditampilkan, namun tidak selalu kenyataan sehari-hari (Wellek dan Warren dalam Burhan).
Menurut koentjoroningrat budaya berasal dari bahasa sangsekerta yaitu buddayah yang berarti budi atau akal. Kebudayaan berarti hal hal yang bersangkutan dengan budi atau akal (Herusatoto, 1983: 7). Budaya manusia lahir karena adanya perkembangan norma hidup atau lingkaran. Hal ini melahirkan rasa budaya manusia dan jika rasa budaya ini dilaksanan maka terjadi kebudayaan atau budaya manusia.
Wujud kebudayaan mencakup tiga hal. Pertama, wujud budaya sebagai suatu kompleks dari ide atau gagasan, norma, dan sebagainya yang wujudnya berada pada alam pikiran dan dapat pula berupa tulisan tulisan. Kedua, sebagai suatu kompleks aktifitas manusia dalam masyarakat, budaya diwujudkan dalam bentuk sistem sosial masyarakat yang bersangkutan. Ketiga, wujud kebudayaan berupa benda benda hasil karya manusia. Ketiga wujud kebudayaan ini mengandung unsur universal yang sekaligus merupakan isi dari suatu kebudayaan. Unsur-unsur tersebut sistem realigi dan upacara keagamaan, sistem tegnologi dan peralatan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, dan sistem mata pencaharian hidup (Koentjoroningrat dalam herusatoto, 1983: 8). Unsur kebudayaan yang lebih banyak dibicarakan dalam penelitian ini adalah organisasi kemasyarakatan.
Sarana untuk menciptakan ilusi yang dipergunakan untuk memikat pembaca agar mau memasuki situasi yang tidak mungkin atau luar biasa, adalah dengan cara patuh pada detil-detil kenyataan kehidupan sehari-hari (Burhan/1994:6)
Dari pengertian diatas bahwa karya sastra khususnya naskah drama adalah karya sastra yang memberikan potret-potret kehidupan masyrakat dalam kehidupan sehari-hari, baik itu yang tercermin dalam prilaku tokoh atau budaya yang ada dalam masyarakat. Nilai-nilai dan norma-norma kemasyarakatan selalu menjadi konsen utama bagi seorang penulis, mengingat masyarakat dan budaya adalah sumber segalanya bagi para sastrawan. Gambaran kehidupan dalam karya sastra (naskah drama) hadir dari wujud pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh pengarang dan juga imajinasi pengarang. Pelibatan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh pengarang membuat karya sastra yang diciptakannya tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial budaya yang melatarabelakangi terciptanya karya tersebut. Sastrawan adalah anggota masyarakat, ia terikat oleh status sosial tertentu. Sastra ciptaan sastrawan menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan sendiri adalah suatu kenyataan sosial.
Lakon “LENG” menceritakan tentang PT Bakalan, pabrik yang berdiri di Desa Bakalan yang akan memperluas bangunan pabriknya. Perluasan bangunan PT Bakalan diperlukan untuk peningkatan produktifitasnya. Tanah yang akan digunakan untuk proyek perluasan pabrik adalah tanah penduduk di desa tersebut.
Beberapa tanah warga berhasil dibeli. Sialnya, ada dua tanah di wilayah tersebut yang belum bisa ditaklukkan oleh pabrik yaitu tanah warga milik Kang Bongkrek dan tanah Makam Kyai Bakal yang dijaga juru kunci bernama Pak Rebo.
Bongkrek enggan melepas tanahnya karena tanah tersebut adalah tanah warisan leluhurnya, Sementara tanah Makam Kyai Bakal yang dijaga Pak Rebo sulit ditaklukkan karena mitosnya dipertahankan banyak pihak.
PT Bakalan melakukan berbagai cara untuk menaklukkan tanah tersebut secara persuasif maupun dengan kekerasan. Tanah milik Bongkrek berhasil dikuasai dengan cara kekerasan. Dengan cara halus tanah Makam Kyai Bakal akhirnya terkuasai bahkan menjadi asset berharga meraih keuntungan.

1.2 Permasalahan
1.2.1 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dalam penilitian ini perlu adanya pembatasan masalah, yakni “LENG : Sebuah Kajian Budaya Jawa”
1.2.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran budaya jawa dalam naskah drama LENG ?
2. Bagaimana kehidupan masyarakat jawa dalam naskah drama LENG ?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Budaya Jawa dalam naskah drama LENG.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bermaksud :
1. Mendeskripsikan gambaran budaya Jawa dalam naskah drama LENG.
2. Mendeskripsikan kehidupan masyarakat Jawa dalam naskah drama LENG.

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai tambahan khasanah ilmu pengetahuan khususnya bidang sastra yang mempunyai korelasi dengan kebudayaan jawa
2. Dapat memberikan sumbangan informasi kepada khalayak umum khususnya para pemerhati budaya jawa di era modern sekarang ini

1.5 Definisi Penelitian
a) Nilai-nilai budaya Jawa maksudnya seperti budi luhur, lembah manah, tepa slira, dan nilai sebagainya. Nilai-nilai yang bertujuan untuk mewujudkan kedamaian dan ketentraman dalam kehidupannya dengan terlahirkan sikap rukun, saling menghormati, menghargai dan menghindari konflik (Hadiatmaja, 2009: 33).
b) Naskah drama LENG karya Bambang Widoyo SP menceritakan tentang terdesaknya masyarakat keil di sebuah desa melawan gelombang modernisasi dan industri yang menjadi kepanjangan, kuku pencakar para penguasa, dan pemilik modal besar, tentang rusaknya lingkaran hidup, tentang hukum yang menjadi barang mainan pihak yang kuat dalam masyarakat, tentang pengorbanan sevara paksa di pihak rakyat kecil untuk kepentingan kelompok kecil (elit) yang mengatasnamakan ’pembangunan’.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Hubungan Karya Sastra Dengan Budaya
Karya sastra merupakan hasil cipta dari masyarakat, karya sastra dapat lahir dan hidup ditengah-tengah masyarakat berdasarkan aspek penerimaan secara rasional dan emosional dari pembaca karya sastra tersebut. Hubungan antara karya dan masyarakat dapat dipengaruhi oleh suatu karya sastra dan karya sastra merupakan cerminan dari kondisi masyarakat. Masyarakat sebagai tempat hidup pengarang akan mempengaruhi pengarang dalam menghasilkan karya sastranya sehingga dapat dikaitkan bahwa masyarakat berpengaruh besar serta ikut menentukan apa yang ditulis oleh pengarang, bagaimana menulisnya, apa tujuannya, dan untuk siapa karya sastra itu ditulis, akibatnya karya sastra yang merupakan produk dari anggota masyarakat akan mencerminkan dinamika kehidupan masyarakat ata sebaliknya yang dijadikan cermin oleh masyarakat (Damono, 1978: 3-4).
Salah satu konsep teori yang lahir sebagai akibat terjalinnya hubungan antara karya sastra dengan masyarakat merupakan sepenggal kenyataan yang muncul dalam karya sastra. Hal ini sesuai dengan konsep teori yang dikemukakan oleh Weellek, dalam Badrun, (1983: 17) bahwa karya sastra mencerminkan dan mengekspresikan kehidupan, tetapi tidak benar kalau dikatakan bahwa pengarang mengekspresikan kehidupan kehidupan secara keseluruhan, atau kehidupan jaman tertentu secara kongkret dan menyeluruh.
Masyarakat disamping sebagai penentu keberadaan karya sastra juga menjadi sumber inspirasi pengarang untuk menciptakan karya sastra. Memahami karya sastra berarti memahmi suatu kehidupan sosial. Hal ini bermakna, bahwa kajian tentang sastra akan terkait dengan kajian tentang manusia, tentang kehidupan, tentang budaya, tentang ideologi, tentang perwatakan, bahkan tentang hal lain yang lebih luas yang terkait dengan kehidupan manusia.
Hubungan kedekatan antara karya sastra dengan masyarakat ini melahirkan studi sosiologi sastra yaitu pendekatan terhadap karya sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (Damono, 1978: 2). Artinya sosiologi sastra merupakan upaya menemukan kenyataan sosial dalam karya sastra. Sastra bersifat sosiologis harus menghadirkan unsur-unsur kemayarakatan dadalamnya.
Sosiologi sastra sebagai ilmu memiliki kajian. Wellek dan Werren dalam Damono (1978: 3) membuat klasifikasi bagan sosiologi sastra menjadi tiga bagian. Pertama sosiologi pengarang yang membahs tentang status sosial pengarang, ideolodi pengarang, serta hal-hal yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra. Kedua, sosiologi karya sastra yang menelaah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Ketiga, sosiologi sastra mengkaji tentang pembaca serta pengarus sosial karya sastra.


2.2. Budaya
2.2.1. Definisi Budaya
Untuk membedakan manusi dengan makhluk lainnya dapat dilihat dari perilakunya sebagian besar dikendalikan oleh budi atau akalnya. Kata budaya berasal dari kata sansekerta, yaitu buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata budhi yang berarti budi atau akal.
Kalau kata budaya diruntut dari kata majemuk berasal dari kata budi dan daya atau kekuatan dari akal, akal atau budi itu mempunyai unsur unsur budi itulah yang disebut dengan kebudayaan. Atau dengan kata lain kebudayaan adalah hasil karya dari cipta, rasa, dan karsa. Hasil hasil kebudayaan dapat terwujud bangunan bangunan candi, rumah adat, dan gedung gedung pencakar langit dan non materi misalkan adat istiadat, religi dan kepercayaan.
mengenai definisi kebudayaan, berikut ini akan diberikan beberapa contohnya. Orang yang pertama kali merumuskan definisi kebudayaan adalah E.B.Taylor (1832-1917), guru besar antropologi di Universitas Oxford pada tahun 1883. Pada tahun 1871, E.B. Taylor mendefinisikan kebudayaan sebagai berikut "Kebudayaan adalah mencakup ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan, serta kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat".


2.2.2. Fungsi Budaya
Dalam UUD 1945 pasal 32 disebutkan bahwa pemerintah memajukan kabudayaan nasional Indonesia dan penjelasannya menjelaskan bahwa kebudayaan bangsa Indonesia ialah kebudayaan yang timbul sebagai usaha budi daya seluruh rakyat Indonesia.
Sementara itu, kebijakan pemerintah dalam bidang kebudayaan telah ditetapkan dalam GBHN yaitu seperti pembinaan kesenian daerah, bahasa daerah, bahasa Indonesia, disiplin nasional,nilai-nilai budaya, usaha pembaharuan bangsa dan lain sebagainya. Oleh karena itu fungsi dari kebudayaan adalah sebagai berikut :
1) Alat atau media yang mencerminkan cipta, rasa, dan karya leluhur bangsa, yang unsur-unsur kepribadiaanya dapat dijadikan suri tauladan bangsa kina dan yang akan datang dalam rangka pembinaan dan mengempangkan budaya nasional.
2) Alat atau media yang memberikan inspirasi atau ekselersi dalam pembangunan bangsa baik materiil maupun spiritual sehingga tercapai keharmonisan diantara keduannya.
3) Objek ilmu pengetahuan dibidang sejarah dan kepurbakalaan pada khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya.
4) Alat atau media untuk memupuk saling pengertian dikalangan masyarakat dan bangsa seta umat manusia memaluli nilai-nilai sosila budaya yang terkandung oleh peninggalan sejarah warisan budaya masa lalu.
2.3. Pengertian Naskah Drama
Naskah drama (lakon) pada umumnya disebut scenario, berupa susunan (komposisi) dari adegan adegan dalam penuangan sebagai karya tulis, biasanya memiliki keterbatasan sesuai dengan fitrahnya.
Seni drama modern di Indonesia menurut Rendra seperti yang telah dikutip Syamsul Edeng Ma’arif tim kehadirannya timbul dari golongan elit yang tidak puas ndengan komposisi drama rakyat dan seni drama trdisional. Naskah sandiwara mulai sangat dibutuhkan, karena dialog yang dalam dan otentik dianggap sebagai mutu yang penting.
Naskah drama adalah suatu cerita drama dalam bentuk dialog atau dalam bentuk Tanya jawab antar pelaku. Sedangkan penyajiannya melalui dialog dan gerak para pelaku dari sebuah panggung kepada penoton.
Biasanya naskah drama ditulis untuk kepentingan pementasan yang diangkat dari isu-isu yang terjadi dalam masyaraktf. Namun ada juga naskah drama yang berupa adaptasi dari novel, puisi, cerpen dan karya sastra yang dapat diadaptasi yang dari keseluruh cerita itu di tulis ulang menjadi naskah drama.
Naskah drama (lakon) merupakan penuangan dari ide cerita kedalam alur cerita dan susunan lakon. Seorang penulis naskah drama dalam proses berkaryanya bertolak dari tema cerita. Tema itu ia susun jadi sebuah cerita yang terdiri dari peristiwa-peristiwa, yang memiliki alur yang jelas dengan ukuran dan panjang yang perhitungkan menurut kebutuhan sebuah pertunjukan. Bisa untuk satu jam duan jam atau lebih. Karena itu dalam penyusunannya harus berpegang pada azas kesatuan (Unity). ( http://bismirindu.wordpress.com/tag/drama/ )
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Sumber Data Dan Data Penelitian
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa naskah drama yang berjudul LENG karya Bambang Widoyo SP yang peneliti memulai penelitiannya mulai halaman 65 sampai akhir sebagai objek penelitian.

3.2. Cara Kerja Penelitian
Untuk menganalisis naskah drama LENG penulis melakukan dengan pembacaan heruistik, pembacaan hermeneutik (Riffaterre, 1978: 5-6) serta menonton pementasan naskah drama LENG.
Pembacaan heruistik adalah pembacaan berdasarkan struktur kebahasaan atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama. Dalam pembacaan heruistik ini penulis membaca berdasarkan struktur kebahasaan.
Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang (retroaktif) sesudah pembacaan heruistik dengan memberikan konvensi sastranya.

3.3. Teknik Pengumpulan Data
Langkag-langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah:
1. Membaca naskah drama LENG
2. Metode mendiskripsikan adalah metode yang digunakan untuk mencari data dengan cara mendeskripsikan data yang telah diperoleh.
3. Metode riset perpustakaan adalah metode yang digunakan untuk mecari dan menelaah berbagai buku sebagai bahan pustaka yang digunakan untuk sumber tertulis. Sember data primer dalam penelitian ini adala naskah drama LENG. Sumber data sekunder adalah buku-buku yang terkait dengan teori sastra yang menunjang penelitian ini.


DAFTAR PUSTAKA


http://jogjanews.com/id/2010/07/19/pentas-leng-teater-gajah-mada-dengan-teater-menghidupkan-persoalan-hidup/

http://bismirindu.wordpress.com/tag/drama/

Herusatoto, Budiono. 1983. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: PT Hanindita.

Damoni,sapardi Djoko, 1984, Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yokyakarta: Gajah Mada Univercity

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)

PENDAHULUAN

Percepatan arus informasi dalam era globalisasi dewasa ini menuntut semua bidang kehidupan untuk menyesuasikan visi, misi, tujuan dan strateginya agar sesuai dengan kebutuhan, dan tidak ketinggalan zaman. Penyesuaian tersebut secara langsung mengubah tatanan dalam sistem makro, meso, maupun mikro, demikian halnya dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembagkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.
Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan tersebut adalah kurikulum, karena kurikulum merupakan komponen pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan, baik oleh pengelola maupun penyelenggara; khususnya oleh guru dan kepala sekolah. Oleh karena itu, sejak indonesia memiliki kebebasan untuk menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak bangsanya, sejak saat itu pula pemerintah menyususn kurikulum. Dalam hal ini kurikulum dibuat oleh pemerintah pusat secara sentralistik, dan diberlakukan bagi seluruh anak bangsa di seluruh tanah air indonesia.
Pendidikan Nasional yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pemerintah menyelenggarakan suatu Sistem Pendidikan Nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Dokumen Standar Isi yang dimaksud oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, secara keselurhan mencakup :
1. Kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan,
2. Beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah,
3. Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi.
Karena kurikulum dibuat secara sentralistik, setiap satuan pendidikan diharuskan untuk melaksanakan dan mengimplementasikannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) yang disusun oleh pemerintah pusat menyertai kurikulum tersebut. Dlam hal ini, setiap sekolah tinggal menjabarkan kurikulum tersebut di sekolah masing-masing, dan biasanya yang banyak kepentingan adalah guru. Tugas guru dalam kurikulum yang sentralistik ini adalah menjabarkan kurikulum yang dibuat oleh pusat (pusat kurikulum/puskur, sekarang Badan Standar Nasional Pendidikan/BSNP) ke dalam satuan pelajaran sesuai dengan mata pelajaran masing-masing.












PEMBAHASAN

1. Pengertian kurikulum
Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti, bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama artinya dengan rencana pelajaran.
Beberapa penafsiran kurikulum antara lain:
1. Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Mata ajaran tersebut mengisis materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya.
2. Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan dan kegiatan yang akan dan perlu dilakukan oleh siswa direncanakan dalam suatu kurikulum.
3. Kurikulum sebagai pengelaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar.
Pengertian itu menunjukan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standart, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan pendidikan tertentu (Mulyasa. 2007: 46).

2. Perkembangan kurikulum dari waktu ke waktu
Para ahli kurikulum umumnya berpendapat bahwa kurikulum hanyalah alat atau instrumen untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran yang ditetapkan. Kurikulum bukan sebagai tujuan akhir. Dalam sebuah pendidikan teologi, dapat dikatakan bahwa pengajar dan mereka yang belajar berinteraksi di sekitar kurikulum yang dirumuskan untuk mencapai tujuan. Seiring dengan perubahan masyarakat dan nilai-nilai budaya, serta perubahan kondisi dan perkembangan peserta didik, maka kurikulum juga mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh azas, falsafah dan tujuan pendidikan teologi yang kita anut. landasan ataupun azas utama yang selalu mengambil peran dalam pengembangan kurikulum, yakni:
 Azas filosofis, termasuk filsafat bangsa, masyarakat dan sekolah serta guru-guru
 Azas sosiologis, menyangkut harapan dan kebutuhan masyarakat (orangtua, kebudayaan, masyarakat, pemerintah, ekonomi)
 Azas psikologis yang terkait dengan taraf perkembangan fisik, mental, emosional dan spiritual anak didik;
 Azas epistemologis, berkaitan dengan konsep kita mengenai hakekat ilmu pengetahuan.
Sebenarnya pendidikan tinggi agama Kristen atau pendidikan teologi di Indonesia sudah mempunyai semacam kebijakan mengenai perumusan pedoman kurikulum bertolak dari SK Menag RI Nomor 534 Tahun 2001. Dikemukakan bahwa untuk program sarjana teologi (S-1) perguruan tinggi teologi dapat memasukkan 80 SKS muatan lokalnya guna memperkaya 80 SKS mata kuliah wajib. Untuk program pascasarjana, institusi pendidikan teologi dapat menambahkan sekitar 30-36 SKS muatan lokal yang menjadi ciri khasnya, kepada 20 SKS kuliah-kuliah wajib atau kurikulum inti. Seiring dengan perubahan kebijakan pendidikan tinggi di tanah air, yang menekankan desentralisasi dan memfokuskan pembelajaran kepada pembentukan kompetensi mahasiswa dengan cara atau pendekatan belajar aktif, peraturan itu pun menekankan bahwa kurikulum pendidikan tinggi teologi juga diharapkan mengikuti sistem kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Dalam sistem KBK, peranan guru atau dosen yang utama adalah sebagai fasilitator dan pengelola pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar di kelas dan di luar kelas dalam rangka membentuk dan mengembangkan berbagai kompetensi, yang mencakup: pengetahuan, pemahaman, sikap hidup, keterampilan dan nilai-nilai. Mahasiswa belajar dari dan bersama dosen tidak lagi hanya untuk menguasai materi pengajaran lalu mengingatnya kembali pada waktu ujian di tengah dan akhir semester.
Dinamika globalisasi mengharuskan pendidikan teologi di Indonesia untuk senantiasa memikirkan pembaruan dalam banyak aspek selain kurikulum. Beliau antara lain menegaskan bahwa pendidikan teologi perlu memikirkan paradigma baru di dalam berkarya, antara lain:
• Pendidikan harus diarahkan kepada pemimpin-pemampu dalam pelayanan kristiani, tahbisan maupun tanpa tahbisa
• Harus melibatkan peserta didik pria maupun wanita
• Harus mempunyau kurikulum yang fleksibel, banyak mengembangkan sistem modul
• Menekankan pendidikan berbasis kampus, jemaat dan masyarakat setempat
• Proses belajar lebih banyak terjadi dalam kelompok
• Memandang bahwa keunggulan akademis tidak hanya diukur dari penguasaan isi teologi tetapi juga dari kemampuan berteologi secara dinamis
• Pendekatan dalam belajar lebih ke arah pembentukan keterampilan
• Menyediakan banyak kuliah pilihan
• Mengembangkan kerjsama antar denominasi
• Berorientasi pada buku
• Melengkapi mahasiswa supaya mampu melakukan analisis sosio-antropologis.
Prinsip kerja
Jika pengembangan kurikulum pendidikan teologi penting untuk dikerjakan, maka pertanyaan sekarang ialah: Bagaimanakah prinsip kerja kita dalam mengembangkan kurikulum itu? Meminjam pemikiran Nana Syaodih Sukmadinata, ada dua prinsip yang dikemukakan di sini. Pertama, prinsip umum. Kedua, prinsip khusus. Yang dimaksud dengan prinsip umum ini ialah:
 Prinsip relevansi. Kurikulum yang kita rancang dan kembangkan harus relevan dengan kebutuhan peserta didik
 Prinsip fleksibilitas. Kurikulum yang kita rancang dan kembangkan perlu bersifat adaptif, mampu menyesuaikan diri dengan konteks pembelajaran. Pertimbangan konteks di sini mencakup aspek ruang dan waktu, sosial, budaya dan dinamika keagamaan.
 Prinsip kontinuitas. Kurikulum yang kita rancang dan kembangkan harus memungkinkan peserta didik lebih sanggup mengembangkan potensinya kelak dalam rencana belajar berikutnya (prinsip belajar sepanjang hayat).
 Prinsip praktis. Kurikulum sebaiknya mudah digunakan dengan alat sederhana dan biaya relatif murah, terutama dalam situasi ekonmi dewasa ini. Selain itu, apa yang dipelajari mahasiswa seharusnya mampu membentuk dan meningkatkan kompetensi mereka di dalam kehidupan sehari-hari.
 Prinsip efektivitas. Prinsip ini mengacu kepada masalah keberhasilan kurikulum itu sendiri. Mahasiswa diharapkan banyak belajar dari kurikulum yang berlaku untuk memperlengkapi hidupnya. Efektivitas sebuah kurikulum harus dilihat dari sejauhmana perubahan hidup dialami oleh peserta didik.
Kedua, prinsip khusus, yang terkait dengan sejumlah komponen dari kurikulum itu sendiri. Jika kita berbicara mengenai kurikulum maka sedikitnya terdapat sejumlah unsur di dalamnya yakni tujuan, isi atau bahan pengajaran, metode pembelajaran, media dan alat pembelajara serta kegiatan evaluasi pembelajaran. Jadi, kurikulum bukan hanya daftar mata kuliah atau pokok-pokok pengajaran.

3. Kurikulum berbasis kompetensi
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan suatu desain kurikulum yang dikembangkan berdasarkan seperangkat kompetensi tertentu. Mengacu pada pengertian tersebut, dan juga untak merespons terhadap keberadaan PP No.25/2000, maka salah satu kegiatan yang perlu dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Depdiknas adalah menyusun standar nasional untuk seluruh mata pelajaran, yang mencakup komponen-komponen; (1) standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) materi pokok, dan (4) indikator pencapaian.
Standar kompetensi diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilari, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu matapelajaran. Cakupan standar kompetensi standar isi (content standard) dan standar penampilan (performance standard). Kompetensi dasar, merupakan jabaran dari standar kompetensi, adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai dan dapat diperagakan oleh siswa pada masing-masing standar kompetensi. Materi pokok atau materi pembelajaran, yaitu pokok suatu bahan kajian yang dapat berupa bidang ajar, isi, proses, keterampilam, serta konteks keilmuan suatu mata pelajaran. Sedangkan indikator pencapaian dimaksudkan adalah kemampuan-kemampuan yang lebih spesifik yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menilai ketuntasan belajar.
Selanjutnya pengembangan kurikulum 2004, yang ciri paradigmanya adalah berbasis kompetensi, akan mencakup pengembangan silabus dan sistem penilaiannya. Silabus merupakan acuan untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran, sedangkan sistem penilaian mencakup jenis tagihan, bentuk instrumen, dan pelaksanaannya. jenis tagihan adalah berbagai tagihan, seperti ulangan atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Bentuk instrumen terkait dengan jawaban yang harus dilakukan oleh siswa, seperti bentuk pilihan ganda atau soal uraian I.
Pengembangan kurikulum 2004 harus berkaitan dengan tuntutan standar kompetensi, organisasi pengalaman belajar, dan aktivitas untuk mengembangkan dan menguasai kompetensi seefektif mungkin. Proses pengembangan kurikulum berbasis kompetensi juga menggunakan asumsi bahwa siswa yang akan belajar telah memiliki pengetahuan dan keterampilan awal yang dibutuhkan untuk menguasai kompetensi tertentu. Oleh karenanya pengembangan Kurikulum 2004 perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1. Berorientasi pada pencapaian hasil dan dampaknya (outcome oriented)
2. Berbasis pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
3. Bertolak dari Kompetensi Tamatan/ Lulusan
4. Memperhatikan prinsip pengembangan kurikulum yang berdfferensiasi
5. Mengembangkan aspek belajar secara utuh dan menyeluruh (holistik), serta
6. Menerapkan prinsip ketuntasan belajar

4. Kurikulum tingkat satuan pendidikan
KTSP merupakan singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan di SD, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
KTSP merupakan upaya untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan diharapkan memiliki tanggungjawab yang memadai. Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakan keharusan agar sistem pendidikan nasional selalu relevan dan kompetitif. Hal tersebut jugasejalan dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 35 dan 36 yag menekankan perlunya meningkatkan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum secara berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah yang saat ini berlaku adalah kurikulum 1994 yang menetapkan melalui keputusan Mendikbud No. 060/U/1993 dan No. 61/U/1993, setelah beberapa tahun kurikulum 1994 diimplementasikan, Pemerintahan memandang perlu dilakukan kajian dan penyempurnaan sesuai dengan antisipasi berbagai perkembangan dan perubahan yang terjadi baik ditingkat nasional maupun global. Oleh karena itu, sejak tahun 2001, Depdiknas melakukan seragkaian kegiatan untuk menyempurnakan kurikulum 1994 dan melakukan rintisan (piloting) secara terbatas untuk validasi dan mendapatkan masukan empiris. Kurikulum ini disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) karena menggunakan pendekatan kompetensi, dan kemampuan minimal yang harus dicapai oleh peserta didik pada setiap tingkata kelas dan pada akhir satuan pendidikan dirumuskan secara eksplisit. Di samping rumusan kompetensi, dirumuskan pula materi standar untuk mendukung pencapaian kompetensi dan indikator yang dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk melihat ketercapaian hasil pembelajaran.
Penyempurnaan juga dilakukan terhadap struktur kurikulum yang meliputi jumlah mata pelajaran, beban belajar, alokasi waktu, mta pelajaran pilihan dan muatan lokal, serta sistem pelaksanaannya, baik sistem paket maupun Satuan Kredit Semester (SKS). Penyempurnaan Kurikulum 1994 yang dimulai sejak tahun 2001 dan perintisan dilakukan pada beberapa sekolah oleh pusat. Kurikulum balitbang dan direktorat jenderal dikdasmen. Draft kurikulum hasil rintisan tersebut semula akan diberlakukan penerapannya di sekolah-sekolah tahun ajaran 2004/2005; namun dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas dan PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, draft kurikulum tersebut perlu disesuaikan kembali. Sesuai dengan PP Nomor 19 tahun 2005, penyempurnaan kurikulum selanjutnya dilakukan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Penyempurnaan dilakukan berdasarkan hasil kajian para pakar pendidikan yang tergabung di BSNP dan juga masukan dari masyarakat yang terfokus terhadap 2 hal: (1) Pengurangan beban belajar kurang lebih 10%, (2) Penyederhanaan kerangka dasar dan struktur kurikulum. Penyempurnaan tersebut mencakup sinkronisasi kompetensi untuk setiap mata pelajaran antar jenjang pendidikan, beban belajar dan jumlah mata pelajaran serta validasi empirik terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Setelah melalui penyempurnaan dan uji publik untuk validasi standar kompetensi dan kompetensi dasar BSNP sesuai dengan PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), mengusulkan standar isi dan standar kompetensi lulusan kepada Mendiknas. Selanjutnnya BSNP mengembangkan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang didalamnya terdapat model-model kurikulum satuan pendidikan. Mengacu kepada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang SNP, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, Permendiknas No 23 tahun 2006 tentang Stadar Kompetensi Lulusan, Permendiknas No 24 tentan Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP, setiap satuan pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kurikulum yang didimplementasikan di satuan pendidikan masing-masing. Bagi satuan pendidikan yang belum siap mengembangkan kurikulum, dapat menggunakan model kurikulum yang dikembangkan oleh BSNP. Meskipun demukian, dalam pelaksanaannya tetap perlu disesuaikan, dan diadaptasikan dengan kondisi sekolah, masyarakat, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi informasi yang berkembang sangat pesat bersamaan dengan era globalisasi.
Berkaitan dengan standar nasional pendidikan, pemerintah telah menetapkan delapan aspek pendidikan yang harus distandarkan, yang pada saat ini telah dirampungkan dua standar, dan siap dilaksanakan dalam pembelajaran di sekolah. Standar yang sudah siap dan sudah disahkan serta siap dilaksanakan tersebut adalah standar isi dan standar kompetensi lulusan (SKL). Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah telah disahkan menteri dengan peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006. Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah telah disahkan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006. Di samping itu, Pemeintaah dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional juga telah mengeluarkan Peraturan No. 24 Tahun 2006 tanggal 2 Juni 2006 tentang Pelaksanaan Permen No. 22 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan tersebut diharapkan dapat dilaksanakan mulai tahun ajaran 2006/2007.
Berdasarkan Peraturan Menteri sebagaimana diuraikan di atas, pengembangan standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam kurikulum operasional tingkat Satuan Pendidikan, merupakan tanggung jawab satuan pendidikan masing-masing. Oleh karena itu, sebutan untuk kurikulum ini adalah KTSP, singkatan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, bukan “Kurikulum Tanpa Sentuhan Pakar“.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu mengembangkannya dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 Ayat (1) dan ayat (2) ditegaskan sebagai berikut:
1. Pengembangan kurikulum mengacu pada Standart Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional.
2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
3. Kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP. Atas dasar pemikiran itu maka dikembangkanlah apa yang dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Kurikulum disusun sesuai jenjang pendidikan dalam kerangka negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan iman dan taqwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi; kecerdasan, minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; agama ; dinamika perkembangan global; persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Sehubungan dengan itu, kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib membuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, IPA, IPS, seni dan budaya, pendidika jasmani dan olah raga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal.
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut:
• Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasasn, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
• Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
• Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Struktur KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah tertuang dalam standar isi, yang dikembangkan dari kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga dan kesehatan. Adapun muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang cakupan dan kedalamannya merupakan beban belajar dan bagi peserta didik pada satuan pendidikan.
Materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk kedalam isi kurikulum. Muatan lokal, merupaka kegiataan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Dalam hal ini subtansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. Di samping itu, setiap satuan pendidikan dan sekolah dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global, yang dalam pelaksanaannya merupakan bagian dari semua mata pelajaran. Adapun kaitannya denagn waktu, setiap satuan pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuahn peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan sebagaiman tercantum dalam Standar Isi.
Dalam kaitannya dengan pengembangan standar kompetensi, guru harus mampu mengembangkan silabus sebagai penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi standar, kegiatan pembelajaran dan indicator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Pengembangan silabus harus dikembangkan dengan memperhatikan prinsip alamiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai, actual, kontekstual, fleksibel, dan meyeluruh. Silabus mata pelajaran disusun berdasarka alokasi waktu yang disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan. Penyusunan silabus dilaksanakan bersama-sama oleh guru kelas/guru yang mengajarkan mata pelajaran yang sama pada tingkat satuan pendidikan untuk satu sekolah atau kelompok sekolah dengan tetap memperhatikan karakteristik masing-masing sekolah. Adapun implementasi pembelajaran setiap semester menggunakan penggalan silabus sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk mata peljaran dengan alokasi waktu yang telah tersedia pada struktur kurikulum. Dalam implementasinnya silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, dievaluasi, dan ditindak lanjuti oleh masing-masing guru. Eloknya, silabus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan masukan hasil evaluasi hasil belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran), dan evaluasi rencana pembalajaran (evaluasi program).
Penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan sekolah /madrasah. Kegiatan ini dpat berbentuk rapat kerja atau lokakarya sekolah/madrasah dan kelompok sekolah/ madrasah yang diselenggarakan dalam jangka waktu sebelum tahun pelajaran baru. Tahap kegiatan penyusunan KTSP secara garis besar meliput; pengembangan visi dan misi, perumusan tujuan pendidikan satuan pendidikan, penyiapan dan penyusuna draf, reviu dan revisi, serta finalisasi.
Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut:
• KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta social budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
• Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.
• Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 bahwa Kurikulum Satuan Pendidikan pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah mengacu pada standar isi dan standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan dari Badan Standar Nasional Pendidikan.

Tujuan KTSP
Secara umum tujuan ditetapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan malalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkaanya KTSP adalah untuk :
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandiria dan inisiatif sekolah dalam mengembangakn kurikulum, mengelola dan memperdayakan sumberdaya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam mengembangkan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
3. Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
Memahami tujuan diatas, KTSP dapat dipandang sebagai suatu pola pendekatan baru dalam pengembangan kurikulum dalam konteks otonomi daerah yang sedang digulirkan dewasa ini. Oleh karena itu, KTSP perlu ditetapkan oleh setiap satuan pendidikan, terutama berkaitan dengan tujuh hal berikut:
1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemafaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan lembaganya.
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
4. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum menciptakan transparasi dan demokrasi yang sehat, serta lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat.
5. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua, peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran KTSP.
6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat dan pemerintah daerah setempat.
7. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat, serta mengakomodasinya dalam KTSP.
Uraian singkat mengenai pasal-pasal yang melandasi KTSP dapat dikemukakan sebagai berikut:

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas
Dalam undang-undang Sisdiknas dikemukakan bahwa Standar asional Pendidikan (SNP) terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. SNP digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaa, dan pembiayaan. Pengembangan standar nasional pendidikan serta memantau dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa kurikulum disusun sesuai jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan iman dan taqwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, agama, dinamika perkembangan global, persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Dalam undang-undang sisdiknas juga dikemukakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, IPA, IPS, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olah Raga, Keterampilan/Kejuruan, dan Muatan Lokal.
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan yang mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. Adapun Kerangka Dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2005
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 adalah peraturan tentang Standar Pendidikan (SNP). SNP merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik indonesia (NKRI). Dalam peraturan tersebut dikemukakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiata pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Dalam peraturan tersebut dikemukakan bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang dikemukakna berdasarkan standar kompetensi lulusan (SKL), dan standar isi. SKL adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Sedang standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi tersebut mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah diorganisasikan ke dalam lima kelompok, yaitu:
• Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
• Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
• Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
• Kelompok mata pelajaran estetika
• Kelompok mata pelajaran jasmani, olag raga, dan kesehatan.
Setiap kelompok mata pelajaran di atas dilaksanakan secara holistik, sehingga pembelajaran masing-masing kelompok mempengaruhi pemahaman dan penghayatan peserta didik, dan semua kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan. Sedangkan penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun BSNP. Dalam hal ini, sekolah dan komite sekolah mengembangkan KTSP dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departeman agama yang bertanggungjawab di bidang pendidikan.

5. Keterkaitan antara KBK dan KTSP
Pada dasarnya KTSP adalah KBK yang dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan (SKL). SK dan KD yang terdapat dalam SI merupakan penyempurnaan dari SK dan KD yang terdapat pada KBK. Sebagai contoh dalam Kurikulum MTs 2004 hanya terdapat satu/dua Standar Kompetensi (SK) masing-masing jenjang kelas untuk hampir semua mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (Aqidah Akhlak, Al-Qur’an Hadits, Fiqh, dan SKI). Namun dalam Kurikulum 2006 terdapat lebih dari dua SK untuk setiap jenjang kelas untuk seluruh mata pelajaran Pendidikan Agama Islam plus rinciannya pada kelas dan pelajaran tertentu. Masing-masing SK sudah ditentukan mana yang untuk semester 1 dan 2. Sementara itu, batasan semacam ini tidak ada pada Kurikulum 2004.
Bila kita lihat dari beberapa aspek yang terdapat dalam KBK maupun KTSP, ada kesamaan antara keduanya. Kesamaan tersebut diantaranya adalah :
 Pendekatan pembelajaran berorintasi pada kompetensi (competence based approach).
 Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman
 Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi
 Penilaian memperhatikan pada proses dan hasil belajar (authentic assessment)
 Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif
Walau dalam beberapa aspek di atas antara KBK dan KTSP sama, namun dalam beberapa aspek lain ada perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat pada :
• Prinsip-prinsip pengembangan dan pelaksanaan kurikulum
Ada perbedaan prinsip-prinsip yang dipakai dalam pengembangan dan pelaksanaan KBK dan KTSP.
• Struktur kurikulum
Ada beberapa perbedaan antara srtuktur kurikulum KBK dengan KTSP, Sebagai contoh dalam kurikulum 2004, mata pelajaran pengetahuan sosial dan Kewarganegaraan digabung, namun dalam kurikulum 2006 dipisah lagi. Kemudian dalam kurikulum 2004 MA, pelajaran Pendidikan Agama Islam semuanya diajarkan mulai dari kelas X sampai XII, tetapi dalam kurikulum 2006 pelajaran SKI hanya diajarkan di kelas XII saja, dan pelajaran Aqidah Akhlak hanya diajarkan di kelas X dan XI.
• SK dan KD
Sebagaimana diuraikan di atas, bahwa SK dan KD yang terdapat dalam SI merupakan penyempurnaan dari SK dan KD yang terdapat pada KBK. Dalam kurikulum 2006 ada pemindahan KD juga ada penambahan baik SK maupun KD, hal ini dilakukan sebagai penetaan kembali dari SK dan KD dalam Kurikulum 2004. Dalam KBK tidak hanya SK dan KD saja yang ditentukan oleh pusat, tetapi juga Materi Pokok dan Indikator Pencapaian. Berbeda dengan KTSP, pemerintah pusat hanya menentukan SK dan KD saja, sedangkan komponen lain ditentukan oleh guru dan sekolah.

Perbedaan KBK (2004) Dengan KTSP (2006)
Banyak kalangan, termasuk aparat Depdiknas dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota membuat statement bahwa Kurikulum 2004 (atau KBK) tidak terlalu jauh berbeda dengan Kurikulum 2006 yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan baru ditetapkan pemberlakuannya oleh Mendiknas melalui Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tanggal 2 Juni 2006. Saya tidak tahu, apakah penyataan mereka itu dimaksudkan untuk “menghibur guru” agar tidak resah menghadapi perubahan kurikulum ini. Mengingat Kurikulum 2004 ini masih dalam taraf uji coba yang lebih luas sejak tahun pembelajaran 2004/2005 dan belum semua sekolah sudah menerapkan secara utuh Kurikulum 2004. Namun apa daya, kini sudah dimunculkan kurikulum baru, Kurikulum 2006. Sehingga muncullah statement yang “menghibur” tersebut.
Hal ini adalah ironis, karena menunjukkan pemahaman yang sangat dangkal mereka terhadap Kurikulum 2006 tersebut. Saya menduga mereka hanya “mengulang-ulang” pernyataan dari BSNP, aparat Pusat Kurikulum, Pejabat Depdiknas yang bermaksud meredam agar Kurikulum 2006 tidak mendapat tentangan dari ujung tombak pendidikan : guru dan sekolah, atau gejolak yang meresahkan masyarakat dan dunia pendidikan. Jika saja mereka sudah melakukan pembandingan secara mendalam kedua kurikulum tersebut, niscaya mereka akan mengatakan bahwa Kurikulum 2004 dengan Kurikulum 2006 berbeda secara nyata, secara signifikan. Memang harus diakui dalam beberapa hal ada kesamaan atau kemiripan antara keduanya.
Berikut ini saya rangkum perbedaan dan persamaan antara Kurikulum 2004 dan Kurikulum 2006 (periksa tabel)

Tabel : Perbandingan Kurikulum 2004 dan 2006
ASPEK KURIKULUM 2004 KURIKULUM 2006
1. Landasan Hukum • Tap MPR/GBHN Tahun 1999-2004
• UU No. 20/1999 – Pemerintah-an Daerah
• UU Sisdiknas No 2/1989 kemudian diganti dengan UU No. 20/2003
• PP No. 25 Tahun 2000 tentang pembagian kewenangan • UU No. 20/2003 – Sisdiknas
• PP No. 19/2005 – SPN
• Permendiknas No. 22/2006 – Standar Isi
• Permendiknas No. 23/2006 – Standar Kompetensi Lulusan
2. Implementasi /
Pelaksanaan
Kurikulum • Bukan dengan Keputusan/ Peraturan Mendiknas RI
• Keputusan Dirjen Dikdasmen No.399a/C.C2/Kep/DS/2004 Tahun 2004.
• Keputusan Direktur Dikme-num No. 766a/C4/MN/2003 Tahun 2003, dan No. 1247a/ C4/MN/2003 Tahun 2003. • Peraturan Mendiknas RI No. 24/2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri No. 22 tentang SI dan No. 23 tentang SKL
3. Ideologi Pendidik-
an yang Dianut • Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif • Liberalisme Pendidikan : terciptanya SDM yang cerdas, kompeten, profesional dan kompetitif
4. Sifat (1) • Cenderung Sentralisme Pendidikan : Kurikulum disusun oleh Tim Pusat secara rinci; Daerah/Sekolah hanya melaksanakan • Cenderung Desentralisme Pendidikan : Kerangka Dasar Kurikulum disusun oleh Tim Pusat; Daerah dan Sekolah dapat mengembangkan lebih lanjut.
5. Sifat (2) • Kurikulum disusun rinci oleh Tim Pusat (Ditjen Dikmenum/ Dikmenjur dan Puskur) • Kurikulum merupakan kerangka dasar oleh Tim BSNP
6. Pendekatan • Berbasis Kompetensi
• Terdiri atas : SK, KD, MP dan Indikator Pencapaian • Berbasis Kompetensi
• Hanya terdiri atas : SK dan KD. Komponen lain dikembangkan oleh guru
7. Struktur • Berubahan relatif banyak dibandingkan kurikulum sebelumnya (1994 suplemen 1999)
• Ada perubahan nama mata pelajaran
• Ada penambahan mata pelajaran (TIK) atau penggabungan mata pelajaran (KN dan PS di SD) • Penambahan mata pelajaran untuk Mulok dan Pengem-bangan diri untuk semua jenjang sekolah
• Ada pengurangan mata pelajaran (Misal TIK di SD)
• Ada perubahan nama mata pelajaran
• KN dan IPS di SD dipisah lagi
• Ada perubahan jumlah jam pelajaran setiap mata pelajaran
8. Beban Belajar • Jumlah Jam/minggu :
• SD/MI = 26-32/minggu
• SMP/MTs = 32/minggu
• SMA/SMK = 38-39/minggu
• Lama belajar per 1 JP:
• SD = 35 menit
• SMP = 40 menit
• SMA/MA = 45 menit • Jumlah Jam/minggu :
• SD/MI 1-3 = 27/minggu
• SD/MI 4-6 = 32/minggu
• SMP/MTs = 32/minggu
• SMA/MA= 38-39/minggu
• Lama belajar per 1 JP:
• SD/MI = 35 menit
• SMP/MTs = 40 menit
• SMA/MA = 45 menit
9. Pengembangan
Kurikulum lebih
lanjut • Hanya sekolah yang mampu dan memenuhi syarat dapat mengembangkan KTSP.
• Guru membuat silabus atas dasar Kurikulum Nasional dan RP/Skenario Pembelajaran • Semua sekolah /satuan pendidikan wajib membuat KTSP.
• Silabus merupakan bagian tidak terpisahkan dari KTSP
• Guru harus membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
10. Prinsip
Pengembangan
Kurikulum 1. Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Nilai-nilai Budaya
2. Penguatan Integritas Nasional
3. Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika
4. Kesamaan Memperoleh Kesempatan
5. Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi
6. Pengembangan Kecakapan Hidup
7. Belajar Sepanjang Hayat
8. Berpusat pada Anak
9. Pendekatan Menyeluruh dan Kemitraan 1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya
2. Beragam dan terpadu
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
5. Menyeluruh dan berkesinam-bungan
6. Belajar sepanjang hayat
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
11. Prinsip
Pelaksanaan
Kurikulum Tidak terdapat prinsip pelaksanaan kurikulum 1. Didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya.
2. Menegakkan lima pilar belajar:
• Belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,
• Belajar untuk memahami dan menghayati,
• Belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
• Belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain,
• Belajar untuk membangun dan menemukan jati diri, melalui proses pembela-jaran yang efektif, aktif, kreatif & menyenangkan.
3. Memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan perbaik-an, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisinya dengan memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
4. Dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling meneri-ma dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani, ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada.
5. Menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan meman-faatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
6. Mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
7. Diselenggarakan dalam kese-imbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
12. Pedoman
Pelaksanaan
Kurikulum 1. Bahasa Pengantar
2. Intrakurikuler
3. Ekstrakurikuler
4. Remedial, pengayaan, akselerasi
5. Bimbingan & Konseling
6. Nilai-nilai Pancasila
7. Budi Pekerti
8. Tenaga Kependidikan
9. Sumber dan Sarana Belajar
10. Tahap Pelaksanaan
11. Pengembangan Silabus
12. Pengelolaan Kurikulum Tidak terdapat pedoman pelaksanaan kurikulum seperti pada Kurikulum 2004.

6. Standar Isi
Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem penilaian. Dengan demikian, dapat dikemukakan beberapa karakteristik KTSP sebagai berikut.
1. Pemberian otonomi luas pada sekolah dan satuan pendidikan.
2. Partisipasi masyarakat dan orang tua yang tinggi.
3. Kepemimpinan dan orang tua yang tinggi.
4. Tim kerja yang kompak dan transparan.
Standar Nasional Pendidikan yang telah ditetapkan pemerintah mencakup standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasaraa, dan standar penilaian pendidikan. Dari delapan standar tersebut, yang telah dijabarkan dan disahkan penggunaannya oleh Mendiknas adalah standar isi dan standar kompetensi lulusan.
Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi lulusan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang selanjutnya disebut Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi memuat kerangka dasar, struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendiikan/akademik.

7. Struktur Kurikulum
Srtuktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi tersebut terdiri atas strandar kompetensi dan ompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah mencakup srtuktur kurikulum pendidikan umum dan pendidikan khusus.
a Struktur Kurikulum Pendidikan Umum
1) Struktur Kurikulum SD/MI
Struktur kurikulum SD/MI meliputi substansi pembalajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai kelas I sampai dengan kelas VI. Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.
b. Subtansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan IPA Terpadu dan IPS terpadu.
c. Pembelajaran pada kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangka pada kelas V s.d. VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.
d. Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasi sebagai mana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
e. Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit.
f. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
Struktur Kurikulum
Sekolah Dasar & Madrasah Ibtidaiyah
NO MATA PELAJARAN ALOKASI WAKTU
KELASTANDAR ISI & II KELASTANDAR ISIII & IV KELAS V & VI
1. Pendidikan Agama * 3 3
2. Kewarganegaraan * 2 2
3. Bahasa Indonesia * 6 6
4. Matematika * 6 6
5. Sains * 4 4
6. Pengetahuan Sosial * 4 4
7. Kesenian * 2 2
8. Keterampilan * 2 2
9. Pendidikan Jasmani * 2 2
Jumlah 27 31 31



2) Struktur kurikulum SMP/MTs
Struktur kurikulum SMP/MTs meliputi substansi pembalajaran yang ditempuh dlam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai kelaStandar Isi sampai dengan kelaStandar IsiX. Struktur kurikulum SMP/MTs disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kurikulum SMP/MTs memuat 10 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.
b. Subtansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP/MTs merupakan IPA Terpadu dan IPS terpadu.
c. Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasi sebagai mana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
d. Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.
e. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
Struktur Kurikulum
Sekolah Menengah Pertama & Madrasah Tsanawiyah
NO MATA PELAJARAN ALOKASI WAKTU
KELAS VII KELAS VIII KELASTANDAR ISIX
1. Pendidikan Agama 2 2 2
2. Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 5 5 5
4. Matematika 5 5 5
5. Sains 5 5 5
6. Pengetahuan Sosial 5 5 5
7. Bahasa Inggris 4 4 4
8. Pendidikan Jasmani 2 2 2
9. Kesenian 2 2 2
10. Keterampilan
11. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2
Jumlah 34 34 34

3) Struktur kurikulum SMA/MA
Struktur kurikulum SMA/MA meliputi substansi pembalajaran yang ditempuh dlam satu jenjang pendidikan selama tiga tahun mulai kelas X sampai dengan kelas XII. Struktur kurikulum SMA/MA disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kurikulum SMA/MA memuat 16 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri.
b. Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasi sebagai mana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
c. Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.
d. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
Struktur kurikulum pengkhususan program studi Ilmu Alam, Ilmu Sosial, dan bahasa memuat jumlah dan jenis mata pelajaran serta alokasi waktu sebagaimana terlihat dalam tabel berikut:



STRUKTUR KURIKULUM
PROGRAM STUDI ILMU ALAM
NO MATA PELAJARAN ALOKASI WAKTU
Kelas X Kelas XI Kelas XII
SM 1 SM 2 SM 1 SM 2 SM 1 SM 2
1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 2 2
2. Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 -
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 4 4 3 3 3 3
4. Bahasa Inggris 4 4 4 4 4 4
5. Matematika 4 4 5 5 5 5
6. Kesenian 2 2 2 2 - -
7. Pendidikan Jasmani 2 2 2 2 2 2
8. Sejarah 3 - 2 - 2 -
9, Geografi - 3 - 2 - 2
10. Ekonomi 2 2 - - - -
11. Sosiologi 2 2 - - - -
12. Fisika 3 3 5 5 5 5
13. Kimia 3 3 4 5 4 5
14. Biologi 3 3 5 4 5 4
15. Teknologi Informasi dan Komunikasi / Keterampilan
J u m l a h 36 36 36 36 34 32





STRUKTUR KURIKULUM
PROGRAM STUDI ILMU SOSIAL
NO MATA PELAJARAN ALOKASI WAKTU
Kelas X Kelas XI Kelas XII
SM 1 SM 2 SM 1 SM 2 SM 1 SM 2
1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 2 2
2. Kewarganegaraan 2 2 3 3 2 2
3. Bahasa dan Sastra Indonesia 4 4 3 3 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4 4 4 4 4
5. Matematika 4 4 4 4 4 4
6. Kesenian 2 2 2 2 - -
7. Pendidikan Jasmani 2 2 2 2 2 2
8. Sejarah 3 - 3 3 3 3
9, Geografi - 3 2 2 2 2
10. Ekonomi 2 2 5 5 5 5
11. Sosiologi 2 2 4 4 4 4
12. Fisika 3 3 - - - -
13. Kimia 3 3 - - - -
14. Biologi 3 3 - - - -
15. Teknologi Informasi dan Komunikasi / Keterampilan 2 2 2 -
J u m l a h 36 36 36 36 34 32





STRUKTUR KURIKULUM
PROGRAM STUDI BAHASA
NO MATA PELAJARAN ALOKASI WAKTU
Kelas X Kelas XI Kelas XII
SM 1 SM 2 SM 1 SM 2 SM 1 SM 2
1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 2 2
2. Kewarganegaraan 2 2 2 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4 4
4. Bahasa Inggris 4 4 6 6 6 5
5. Matematika 4 4 2 2 2 2
6. Kesenian 2 2 3 3 2 2
7. Pendidikan Jasmani 2 2 2 2 2 2
8. Sejarah 3 - 3 3 3 3
9, Geografi - 3 - - - -
10. Ekonomi 2 2 - - - -
11. Sosiologi 2 2 - - - -
12. Fisika 3 3 - - - -
13. Kimia 3 3 - - - -
14. Biologi 3 3 - - - -
15. Sastra Indonesia - - 4 4 4 4
16. Bahasa Asing Lainnya - - 5 5 5 4
17. Teknologi Informasi dan Komunikasi / Keterampilan - - 3 3 2 2
J u m l a h 36 36 36 36 34 32




b Struktur Kurikulum Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Agar dapat bekerja secara efektif dan efisien serta mengembangkan keahlian dan keterampilan, mereka harus memiliki stamina yang tinggi, menguasai bidan keahlian dan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, dan mampu berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya, serta memiliki kemampuan mengembangkan diri. Srtuktur kurikulu pendidikan kejuruan dalam hal ini Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut. Kurikulum SMK/MAK berisi mata pelajaran yang wajib, mata pelajaran Dasar Kejuruan, Muatan Lokal, dan Pengembangan Diri.
Mata pelajaran wajib terdiri atas Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Metematika, IPA, IPS, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olah Raga, dan Keterampilan /Kejuruan. Mata pelajaran ini bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya sekaligus manusia kerja.
Mata pelajaran Dasar Kejuruan terdiri atas beberapa mata pelajaran yang bertujuan untuk menunjang pembentukan kompetensi kejuruan dan pengembangan kemampuan menyesuaikan diri dalam bidang keahliannya.
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas, potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan kedalam mata pelajaran yang ada. Subtansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. Pengembangan diri merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pembentukan karir peserta didik. Pengembangan diri bagi pesert didik SMK/MAK terutama ditujukan untuk pengembangan kreatifitas dan bimbingan karir.


8. SKL bahasa indonesia
Sebagaimana dikemukakan dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 19 tahun 2005 tentang Standart Nasional Pendidikan (SNP), bahwa: Standart kompetensi kelulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap pengetahuan, dan keterampilan. Standart Kompetensi Kelulusan tersebut berfungsi sebagai kriteria dalam menemtukan kelulisan peserta didik pada satuan pendidikan, rujukan untuk penyusunan standart-standart pendidikan lain, da merupakan arah peningkatan kualitas pendidikan secara mendasar dan holistik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, serta merupakan pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik, yang meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran, serta mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Standart kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan pendidikan lebih lanjut. Pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk mandiri dalam mengikuti pendidikan lebih lanjut. Sedangkan pada suatu pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

Program Bahasa
1. Menganalisis kehidupan masyarakat Indonesia periode kerajaan-kerajaan tradisional, yang meliputi masa kerajaan Hindu-Buddha dan Islam
2. Menganalisis perkembangan bahasa dan karya sastra masa kebudayaan Hindu-Buddha dan Islam
3. Menganalisis perkembangan masyarakat dan bahasa, karya sastra masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda
4. Menganalisis proses kelahiran dan perkembangan nasionalisme Indonesia
5. Merekonstruksi perkembangan masyarakat Indonesia periode Proklamasi (1945-1955), Orde Lama (1955-1967), Orde Baru (1967-1998), dan Reformasi (1998 -) mreliputi perkembangan politik, ekonomi, sosial, bidang budaya, bahasa, dan karya sastra.


STANDARD KOMPETENSI KELULUSAN
BAHASA INDONESIA
NO ASPEK KEMAMPUAN YANG DIUJI/KOMPETENSI DASAR STANDARD KOMPETENSI KELULUSAN
1 Membaca • Menentukan isi dan bagian suatu paragraf
• Menentukan kritik terhadap isi bacaan
• Menentukan isi dan penyajian teks berita, opini/tajuk
• Menentukan kalimat fakta/pendapat
• Menyimpulkan isi paragraf
• Menentukan isi tajuk
• Menyimpulkan isi grafik, tabel, bagan, peta, denah.
• Menentukan perbedaan unsur intrinsik beberapa novel
• Menentukan unsur intrinsik drama Artikel, berita, opini/tajuk, tabel, bagan, grafik, peta, denah.
Berbagai karya sastra berbentuk puisi, cerpen, novel, dan drama
2 Menulis • Menulis catatan pengalaman pada buku harian
• Menentukan isi pesan singkat sesuai konteks
• Menulis/menentukan paragraf laporan
• Menulis/melengkapai surat pribadi
• Menulis/melengkapi surat resmi
• Menulis/menentukan rangkuman
• Menulis/menentukan slogan
• Menulis/melengkapi petunjuk melakukan sesuatu
• Menulis/melengkapi kutipan pidato
• Menentukan unsur karya ilmiah(perumusan pemasalahan karya ilmiah, latar belakang karya ilmiah)
• Menyuntingkalimat ejaan/tanda baca, pilihan kata
• Menulis/melengkapi pantun
• Menulis/melengkapi puisi
• Menulis/melengkapi drama Menulis karangan non sastra dengan menggunakan kosakota yang bervariasi dan efektif dalam bentuk buku harian, surat resmi, surat pribadi, pesan singkat, laporan, petunjuk, rangkuman, slogan dan poster, iklan baris, teks pidato, karya ilmiah, dan menyunting serta menulis karya sastra puisi dan drama.

9. Muatan lokal
Kurikulum muatan lokal terdiri dari beberapa mata pelajaran yang berfungsi memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menubuhkembangkan pengetahuan dan kompetensinya sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan.
Kurikulum muatan lokal adalah seperangkat rencana dan peraturan mengenai isi dan bahan pelajaran yang ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Depdikbud dalam E. Mulyasa, 1999:5).
Penentuan bahan dan isi muatan lokal didasrkan pada keadaan dan kebutuhan lingkungan, yang dituangkan dalam mata pelajaran dengan alokasi waktu yang berdiri sendiri. Adapun materi dan isinya ditentukan oleh satuan pendidikan, yang dalam pelaksanaannya merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerahnya.
Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan ekonomi, serta lingkungan budaya. Sedangkan kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat sesuai dengan arah perkembangan serta potensi daerah yang bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut misalnya kebutuhan untuk:
1. Melestarikan dan mengembangkan budaya daerah yang positif da bermanfaat bagi masyarakat.
2. Meningkatkan kemampuan untuk mendongkrak untuk perekonomian daerah.
3. Meningkatkan penguasaan bahasa Asing(Arab, Mandarin, Inggris, da Jepang) untuk mempersiapkan masyarakat dan individu untuk memasuki era globalisasi.
4. Meningkatkan life skill yang menunjang pemberdayaan individu dalam melakukan pembelajaran lebih lanjut.
5. Meningkatkan kemampuan berwirausaha untuk mendongkrak kemampuan ekonomi masyarakat, baik secara individu, kelompok, maupun daerah.

Tujuan Kurikulum dan Pembelajaran Muatan Lokal.
Secara umum muatan lokal bertujuan untuk memberikan bekal pengetahua, keterampilan dan sikap hidup kepada peserta didik agar memiliki wawasan yang mantap tentang lingkungan dan masyarakat sesuai dengan nilai yang berlaku didaerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional (Depdiknas, 2006).
Lebih lanjut dikemukakan, bahwa secara khusus pengajaran muatan lokal bertujuan agar peserta didik:
1. Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingungan alam, sosial dan budayanya.
2. Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya.
3. Memikili sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
Pemahaman terhadap konsep dasar dan tujuan muatan lokal di atas, menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum muatan lokal pada hakekatnya bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara peserta didik dengan lingkungan (E. Mulyasa, 1999).

Kedudukan Kurikulum Muatan Lokal
Kurikulum muatan lokal merupakan satu kesatuan utuh yang tak terpisahkan dari kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Kurikulum muatan lokal adalah merupakan upaya agar penyelenggaraan pendidikan di daerah dapat disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional, sehingga pengembangan dan implementasi kurikulum muatan lokal mendukung dan melengkapi KTSP.
Mengacu pada struktur kurikulum dalam standar isi, alokasi waktu untuk mata pelajaran muatan lokal di setiap jenjang pendidikan hampir sama 2 jam pelajaran, hanya berbeda waktunya untuk masing-masing jenjang.

Ruang Lingkup
Ruang lingkup muatan lokal pada KTSP adalah sebagai berikut:
1. Muatan lokal dapat berupa : bahasa daerah, bahasa asing (Arab, inggris, Mandarin, dan Jepang), kesenian daerah, keterampilan da kerajinan daerah, adat istiadat (termasuk tata krama dan budi pekerti), dan pengetahuan tentang karakteristik lingkungan sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan.
2. Muatan lokal wajib diberikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, baik pada pendidikan umum, pendidikan kejuruan maupun pendidikan khusus.
3. Beberapa kemungkinan lingkup wilayah berlakunya kurikulum muatan lokal, adalah sebagai berikut:
 Pada seluruh kabupaten/ kota dalam suatu propinsi, khususnya di SMA/MA, dan SMK.
 Hanya pada suatu kabupaten/ kota atau beberapa kabupatenkota tertentu dalam suatu propinsi yang memiliki karakteristik yag sama.
 Pada seluruh kecamatan dalam suatu kabupaten/ kota yang memiliki karakteristik yang sama.
Setiap sekolah dapat memilih dan melaksanakan muatan lokal sesuai dengan karakteristik peserta didik, kondisi masyarakat, serta kemempuan dan kondisi sekolah dan daerah masing-masing.

10. Pengembangan diri
Pengembangan diri merupakan salah satu komponen KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, baik pada pendidikan umum, pendidikan kejurua, maupun pendidikan khusus. Meskipun demikian, pengembangan idir bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru, tetapi bisa juga difasilitasi oleh konselor, atau tenaga kependidikan lain yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Dalam struktur kurikulum umum, dijelaskan bahwa pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Sedangkan dalam srtuktur kurikulum pendidikan kejuruan (SMK dan MAK), disamping penjelasan di atas, dikemukakan pula bahwa kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pembentukan karir peserta didik. Pengembangan diri bagi peserta didik SMK/MAK terutama ditujuka untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karir
Dari uraian diatas, dapat ditarik beberapa benang merah berkaitan dengan pengembangan diri, sebagai berikut:
a. Kegiatan pengembangan diri dapat difasilitasi dan dibimbing oleh guru, konselor, atau tenaga kependidikan lain yang memiliki kemepuan dalam membantu pengembangan diri peserta didik.
b. Bagi sekolah yang sudah memiliki guru bimbingan dan konseling(BK), kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan oleh guru BK, tetapi bagi sekolah yang belum memiliki guru BK (terutama di sekolah dasar) dapat dilakukan oleh wali kelas, guru mata pelajaran agama, guru kesenian, atau guru lain yang sesuai.
c. Kegiatan pengembangan diri juga dapat dilakukan oleh kepala sekolah, atau tenaga kependidikan lain yang kompeten.
d. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan dalam bentuk bimbingan dan konseling atau dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
e. Kegiatan pengembangan diri bagi peserta didik SMK/MAK lebih ditekankan pada pengembangan kreativitas dan bimbingan karir.
f. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan dikelas, selama 2 jam pelajaran, tetapi dapat juga dilakukan di luar kelas dengan kegiatan yang dilakukan equivalen 2 jam pembelajaran perminggu, atau kurang lebih 34 jam pembelajaran setiap semester.
g. Kegiatan pengembangan diri bisa bekerjasama dengan masyarakat, dunia usaha, dunia industri, dan lembaga swadaya masyarakat yang ada di lingkungan sekolah. Misalnya untuk mengembangkan bakat peserta didik dilakukan program magang, seperti gang dipabrik, bengkel, atau di pesantren.
Materi pengembangan diri dapat didiskusikan oleh kapala sekolah, guru, konselor, dan tenaga kependidikan lain di sekolah yang sesuai dengan keperluan dan kebutuhan peserta didik. Dalam diskusi ini bisa juga dilibatkan peserta didik, dan komite sekolah untuk memberikan masukan-masukan mengenai program pengembangan diri. Jika kegiatan pengembangan diri dilakukan di dalam kelas, maka topik-topik yang diangkat antara lain sebagai berikut:
1. Mengisi waktu senggang
2. Menghadapi dan memecahka masalah dalam kehidupan
3. Mengenal dan memahami diri
4. Remaja dan masalahnya
5. Bahaya pergaulan bebas
6. Mamahami potensi diri
7. Belajar dari orang-orang sukses
8. Cara melaksanakan sholat khusu‘
9. Manjadi pengusaha yang amanah
Dari topik tersebut hanyalah sebagai contoh, kepala sekolah, guru, konselor, dan tenaga kepandidikan dapat memilih dan mengembangkan topik-topik yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan kondisi sekolah masing-masing.
Pengembangan diri, dapat dilakukan dengan metode diskusi, bermain peran, tanya jawab, pemecahan masalah, dan metode lain yang sesuai. Adapun pelaksanaannya bisa dilakukan di kelas, di luar kelas, bahkan di luar sekolah.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan pengembangan diri dapat dipadukan dengan muatan lokal, dengan cara memilih topik unggulan daerah (sebagai muatan lokal), yang sesuai dengan bakat, minat, dan potensi peserta didik (sebagai pengenbangan diri). Semua itu sangat bergantung kepada kreatifitas guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lain dalam mengelola dan mengembangkan program-program sekolahnya.



PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2006
TENTANG
STANDAR ISI
UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan pasal 8 ayat (3), pasal 10 ayat (3), pasal 11 ayat (4), pasal 12 ayat (2), dan pasal 18 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2003 nomor 78, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 4301)
1. Peraturan nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2005 nomor 41, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 4496)
2. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tatakerja Kementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 tahun 2005.
3. Keputusan presiden nomor 187/M tahun 2004 mengenai pembentukan kabinet indonesia bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan keputusan presiden nomor 20/P tahun 2005.
Memperhatikan : Surat Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 0141/BSNP/III/2006 Tanggal 12 Maret 2006 Dan Nomor 0212/BSNP/V/2006 Tanggal 2 Mei.

MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.
Pasal 1
(1) Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang selanjutnya disebut standar isi mencakup lingkup meteri minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang da jenis pendidikan tertentu.
(2) Standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tercantum pada lampiran peraturan menteri ini.
Pasal 2
Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Mei 2006

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
TTD.
BAMBANG SUDIBYO




PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2006
TENTANG
STANDAR KOMPETENSI LULUSAN
UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan pasal 27 ayat (1), Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2003 nomor 78, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 4301)
1. Peraturan nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2005 nomor 41, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 4496)
2. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tatakerja Kementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 tahun 2005.
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan keputusan presiden nomor 20/P tahun 2005.
Memperhatikan : Surat Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 0141/BSNP/III/2006 Tanggal 13 Maret 2006, Nomor 0212/BSNP/V/2006 Tanggal 2 Mei, dan Nomor 0225/BSNP/V/2006 tanggal 10 Mei 2006.

MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.
Pasal 1
(1) Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.
(2) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.
(3) Standar kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal 2
Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Mei 2006

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
TTD.
BAMBANG SUDIBYO
PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2006
TENTANG
PELAKSANAAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DAN PERATUARAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

menimbang : bahwa agar Peraturan Menteri Pendidika Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri pendidikan Nasional Nomor 23 tahun 200 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dapat dilaksanakan di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah secara baik, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2003 nomor 78, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 4301)
2. Peraturan nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2005 nomor 41, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 4496)
3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tatakerja Kementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 62 tahun 2005.
4. Keputusan presiden nomor 187/M tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan keputusan presiden nomor 20/P tahun 2005.
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Memperhatikan : Surat Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 0141/BSNP/III/2006 Tanggal 12 Maret 2006 Dan Nomor 0212/BSNP/V/2006 Tanggal 2 Mei.

MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR KOMPETENSI LULUSAN UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH.

Pasal 1
(1) Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai kebutuhan satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan pada:
a. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 sampai dengan Pasal 38;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 5 sampai dengan Pasal 18, Dan Pasal 25 sampai dengan Pasal 27;
c. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
d. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
(2) Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Isi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah Dan Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
(3) Pengembangan dan penetapan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah memperhatikan panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
(4) Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengadopsi atau mengadaptasi model kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang disusun oleh BSNP.
(5) Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah dan komite Madrasah.
Pasal 2
(1) Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dapat menerapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah mulai tahun 2006/2007.
(2) Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah harus sudah mulai menerapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah paling lambat tahun ajaran 2009/2010.
(3) Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah pada jenjang pendidikan dasar dan menengahnyang telah melaksanakan uji coba kurikulum 2004 secara menyeluruh dapat menerapkan secara menyeluruh Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah untuk semua tingkatan kelasnya muali tahu ajaran 2006/2007.
(4) Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang belum melaksanakan uji coba kurikulum 2004, melaksanakan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah secara bertahap dalam waktu paling lama 3 tahun, dengan tahapan:
a Untuk sekolah dasar (SD), madrasah ibtidaiyah (MI), dan sekolah dasar luar biasa (SDLB):
- Tahun I : kelas 1 dan 4;
- Tahun II : kelas 1, 2, 3, dan 5;
- Tahun III : kelas 1, 2, 3, 4, 5, dan 6.
b Untuk sekolah menengah pertama (SMP), madrasah tsanawiyah(MTs), sekolah menengah atas(SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), madrasah aliyah kejuruan (MAK), sekolah menengah pertama luar biasa(SMPLB), sekolah menengah atas luar biasa(SMALB):
1. Tahun I : kelas 1;
2. Tahun II : kelas 1 dan 2;
3. Tahun III : kelas 1, 2, dan 3.
(5) Penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat(2) dapat dilakukan setelah mendapat izin Menteri pendidikan Nasional.

Pasal 3
(1) Gubernur dapat mengatur jadwal pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, untuk satuan pendidikan menengah dan satuan pendidikan khusus, sisesuaikan dengan kondisi dan kesiapan satuan pendidikan di provinsi masing-masing.
(2) Bupati/wali kota dapat mengatur jadwal pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, untuk satuan pendidikan dasar, disesuikan dengan kondisi dan kesiapan satuan pendidikan di kabupaten/kota msing-masing.
(3) Menteri agama dapat mengatur jadwal pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah,untuk madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah(MTs), madrasah aliyah (MA), madrasah aliyah kejuruan (MAK), disesuaikan dengan kondisi kesiapan satuan pendidikan yang bersangkutan.

Pasal 4
(1) BSNP melakukan pemantauan perkembangan evaluasi pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, pada tingkat satuan pendidikan, secara nasional.
(2) BNSP dapat mengajukan usul revisi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah sesuai keperlua berdasarkan pemantauan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Pasal 5
Direktorat jenderal Manajeman Pendidikan Dasar dan Menengah:
a. Mengadakan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, serta mendistribusikannya kepada setiap satuan pendidikan secara nasional;
b. Melakukan usaha secara nasional agar sarana dan prasarana Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dapat mendukung penerapan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Pasal 6
Direktorat jenderal Peningkatan Mutu Pendidik da Tenaga Kependidikan:
a. Melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang di susun BSNP, terhadap guru, kepala sekolah, pengawas, dan tenaga kependidikan lainnya yang relevan melalui Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan/atau Pusat Pengembangan dan Penataran Guru(PPPG).
b. Melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan panduan pentusunan kurikulum tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang disusun BSNP kepada dinas pendidikan provinsi, dinas pendidikan kabupaten/kota, dan dewan pendidikan.
c. Pembantu Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam penjaminan mutu Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah agar dapat memenuhi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, melalui LPMP.

Pasal 7
Badan penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional:
a. Mengembangkan model-model kurikulum sebagai masukan BSNP;
b. Mengembangkan dan mengujicobakan model-model kurikulum inovatif;
c. Mengembangkan dan mengujicobakan model-model kurikulum untuk pendidikan layanan khusus;
d. Bekerjasama dengan perguruan tinggi dan/atau LPMP melaksanakan pendampingan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dalam pengembangan kurikulum Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
e. Memonitor secara nasional penerapan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, mengevaluasinya, dan mengusulkan rekomendasi kebijakan kepada BSNP dan/atau Menteri;
f. Menembangkan pangkalan data yang rinci tentang pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Pasal 8
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi:
a. Melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dikalangan lembaga pendidikan tenaga keguruan (LPTK)
b. Menfalitasi pengembangan kurikulum dan tenaga dosen LPTK yang mendukung pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Pasal 9
Sekretariat jenderal melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, kepada Pemangku kepentingan umum.

Pasal 10
Departemen lain yang satuan pendidikan dasar dan menengah:
a. Melakukan sosialisasi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah sesuai dengan kewenangan dan berkoordinasi dengan Departemen Pendidikan Nasional;
b. Mengusahakan secara nasonal sesuai dengan kewenangannya agar sarana, prasarana, dan sumber daya manusia satuan pendidikan yang berada di bawah kewenagannya mendukung pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
c. Melakukan supervisi, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah sesuai dengan kewenagannnya.

Pasal 11
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan:
a. Nomor 060/U/1993 tantang Kurikulum Pendidikan Dasar
b. Nomor 061/U/1993 tentang Kurikulum Sekolah Menengah Umum
c. Nomor 080/U/1993 tentang Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan dan
d. Nomor 0126/U/1994 tentang kurikulum Pendidikan Luar Biasa;
Dinyatakan tidak berlaku bagi satuan pendidikan dasar dan menengah sejak satuan pendidikan dasar dan menengah yang bersangkutan melaksanakan Peraturan Menteri ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3.


Pasal 11
Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Mei 2006

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL
TTD.
BAMBANG SUDIBYO



DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2005. Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005.
Depdiknas. 2006. Standar Isi. Jakarta: Permendiknas 22 Tahun 2006.
Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Permendiknas 23 Tahun 2006.
Depdiknas. 2006. Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Permendiknas 22 Tahun 2006.
Hamalik, Oemar. 2007. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Mulyasa, E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung : Rosdakarya