ngepeter's face

ngepeter's face
wajah orang-orang ruwet

Kamis, 05 Mei 2011

PROPOSAL PENELITIAN SASTRA (LENG)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini.
Proposal ini berjudul “LENG : Sebuah Kajian Budaya Jawa” merupakan sebuah usulan penelitian untuk memenuhi syarat menyusun skripsi.
Penulis menyadari karena bantuan dari pihak maka proposal ini bisa terselesaikan. Sebagaimana mestinya pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Winardi, SH, M.Hum, selaku Ketua STKIP PGRI Jombang.
2. Dra. Heny Sulistyowati, M.Hum, selaku Ketua Pusat Penelitian STKIP PGRI Jombang.
3. Susi Darihastini, S.Pd, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.
4. Semua staf perpustakaan yang telah banyak menyediakan referensi kepada penulis.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis yang tidak disebutkan disini.
Pada akhirnya penulis berharap kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan proposal ini. Semoga proposal ini dapat memberi manfaat bagi perkembangan Pendidikan Bahasa Indonesia.

Jombang, 1 Mei 2011

Penulis

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 4
1.2.1 Batasan Masalah 4
1.2.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.3.1 Tujuan Umum 4
1.3.2 Tujuan Khusus 4
1.3.3 Manfaat Penelitian 4
1.3.4 Definisi Penelitian 5

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Hubungan Karya Sastra Dengan Budaya 6
2.2 Budaya 8
2.2.1 Definisi Budaya 8
2.2.2 Fungsi Budaya 9
2.3 Pengertian Naskah Drama 10


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Sumber Data Dan Data Penelitian 11
3.2 Cara Kerja Penelitian 11
3.3 Teknik Pengumpulan Data 11

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Karya sastra pada umumnya tidak pernah melepaskan diri dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat. Karya sastra menampilkan permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam kehidupan manusia yang berkaitan dengan makna (tata nilai) dari situasi sosial dan historis yang terdapat dalam kehidupan manusia.
Karya sastra bukan aspek kebudayaan yang sederhana. Ia merupakan lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, sedangkan bahasa itu sendiri adalah ciptaan sosial. Jadi dapat dikatakan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan yang merupakan kenyataan sosial.
Naskah drama sebagai bagian dari karya sastra dan sebagai produk budaya menampilkan khasanah budaya yang ada dalam masyarakat. Pengarang atau sastrawan tidak hanya menyampaikan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat, melainkan juga kearifan-kearifan yang dihadirkan dari hasil perenungan yang mendalam.
Realitas dalam karya fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang menyakinkan yang ditampilkan, namun tidak selalu kenyataan sehari-hari (Wellek dan Warren dalam Burhan).
Menurut koentjoroningrat budaya berasal dari bahasa sangsekerta yaitu buddayah yang berarti budi atau akal. Kebudayaan berarti hal hal yang bersangkutan dengan budi atau akal (Herusatoto, 1983: 7). Budaya manusia lahir karena adanya perkembangan norma hidup atau lingkaran. Hal ini melahirkan rasa budaya manusia dan jika rasa budaya ini dilaksanan maka terjadi kebudayaan atau budaya manusia.
Wujud kebudayaan mencakup tiga hal. Pertama, wujud budaya sebagai suatu kompleks dari ide atau gagasan, norma, dan sebagainya yang wujudnya berada pada alam pikiran dan dapat pula berupa tulisan tulisan. Kedua, sebagai suatu kompleks aktifitas manusia dalam masyarakat, budaya diwujudkan dalam bentuk sistem sosial masyarakat yang bersangkutan. Ketiga, wujud kebudayaan berupa benda benda hasil karya manusia. Ketiga wujud kebudayaan ini mengandung unsur universal yang sekaligus merupakan isi dari suatu kebudayaan. Unsur-unsur tersebut sistem realigi dan upacara keagamaan, sistem tegnologi dan peralatan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, dan sistem mata pencaharian hidup (Koentjoroningrat dalam herusatoto, 1983: 8). Unsur kebudayaan yang lebih banyak dibicarakan dalam penelitian ini adalah organisasi kemasyarakatan.
Sarana untuk menciptakan ilusi yang dipergunakan untuk memikat pembaca agar mau memasuki situasi yang tidak mungkin atau luar biasa, adalah dengan cara patuh pada detil-detil kenyataan kehidupan sehari-hari (Burhan/1994:6)
Dari pengertian diatas bahwa karya sastra khususnya naskah drama adalah karya sastra yang memberikan potret-potret kehidupan masyrakat dalam kehidupan sehari-hari, baik itu yang tercermin dalam prilaku tokoh atau budaya yang ada dalam masyarakat. Nilai-nilai dan norma-norma kemasyarakatan selalu menjadi konsen utama bagi seorang penulis, mengingat masyarakat dan budaya adalah sumber segalanya bagi para sastrawan. Gambaran kehidupan dalam karya sastra (naskah drama) hadir dari wujud pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh pengarang dan juga imajinasi pengarang. Pelibatan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh pengarang membuat karya sastra yang diciptakannya tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial budaya yang melatarabelakangi terciptanya karya tersebut. Sastrawan adalah anggota masyarakat, ia terikat oleh status sosial tertentu. Sastra ciptaan sastrawan menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan sendiri adalah suatu kenyataan sosial.
Lakon “LENG” menceritakan tentang PT Bakalan, pabrik yang berdiri di Desa Bakalan yang akan memperluas bangunan pabriknya. Perluasan bangunan PT Bakalan diperlukan untuk peningkatan produktifitasnya. Tanah yang akan digunakan untuk proyek perluasan pabrik adalah tanah penduduk di desa tersebut.
Beberapa tanah warga berhasil dibeli. Sialnya, ada dua tanah di wilayah tersebut yang belum bisa ditaklukkan oleh pabrik yaitu tanah warga milik Kang Bongkrek dan tanah Makam Kyai Bakal yang dijaga juru kunci bernama Pak Rebo.
Bongkrek enggan melepas tanahnya karena tanah tersebut adalah tanah warisan leluhurnya, Sementara tanah Makam Kyai Bakal yang dijaga Pak Rebo sulit ditaklukkan karena mitosnya dipertahankan banyak pihak.
PT Bakalan melakukan berbagai cara untuk menaklukkan tanah tersebut secara persuasif maupun dengan kekerasan. Tanah milik Bongkrek berhasil dikuasai dengan cara kekerasan. Dengan cara halus tanah Makam Kyai Bakal akhirnya terkuasai bahkan menjadi asset berharga meraih keuntungan.

1.2 Permasalahan
1.2.1 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dalam penilitian ini perlu adanya pembatasan masalah, yakni “LENG : Sebuah Kajian Budaya Jawa”
1.2.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran budaya jawa dalam naskah drama LENG ?
2. Bagaimana kehidupan masyarakat jawa dalam naskah drama LENG ?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Budaya Jawa dalam naskah drama LENG.
1.3.2 Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bermaksud :
1. Mendeskripsikan gambaran budaya Jawa dalam naskah drama LENG.
2. Mendeskripsikan kehidupan masyarakat Jawa dalam naskah drama LENG.

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai tambahan khasanah ilmu pengetahuan khususnya bidang sastra yang mempunyai korelasi dengan kebudayaan jawa
2. Dapat memberikan sumbangan informasi kepada khalayak umum khususnya para pemerhati budaya jawa di era modern sekarang ini

1.5 Definisi Penelitian
a) Nilai-nilai budaya Jawa maksudnya seperti budi luhur, lembah manah, tepa slira, dan nilai sebagainya. Nilai-nilai yang bertujuan untuk mewujudkan kedamaian dan ketentraman dalam kehidupannya dengan terlahirkan sikap rukun, saling menghormati, menghargai dan menghindari konflik (Hadiatmaja, 2009: 33).
b) Naskah drama LENG karya Bambang Widoyo SP menceritakan tentang terdesaknya masyarakat keil di sebuah desa melawan gelombang modernisasi dan industri yang menjadi kepanjangan, kuku pencakar para penguasa, dan pemilik modal besar, tentang rusaknya lingkaran hidup, tentang hukum yang menjadi barang mainan pihak yang kuat dalam masyarakat, tentang pengorbanan sevara paksa di pihak rakyat kecil untuk kepentingan kelompok kecil (elit) yang mengatasnamakan ’pembangunan’.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Hubungan Karya Sastra Dengan Budaya
Karya sastra merupakan hasil cipta dari masyarakat, karya sastra dapat lahir dan hidup ditengah-tengah masyarakat berdasarkan aspek penerimaan secara rasional dan emosional dari pembaca karya sastra tersebut. Hubungan antara karya dan masyarakat dapat dipengaruhi oleh suatu karya sastra dan karya sastra merupakan cerminan dari kondisi masyarakat. Masyarakat sebagai tempat hidup pengarang akan mempengaruhi pengarang dalam menghasilkan karya sastranya sehingga dapat dikaitkan bahwa masyarakat berpengaruh besar serta ikut menentukan apa yang ditulis oleh pengarang, bagaimana menulisnya, apa tujuannya, dan untuk siapa karya sastra itu ditulis, akibatnya karya sastra yang merupakan produk dari anggota masyarakat akan mencerminkan dinamika kehidupan masyarakat ata sebaliknya yang dijadikan cermin oleh masyarakat (Damono, 1978: 3-4).
Salah satu konsep teori yang lahir sebagai akibat terjalinnya hubungan antara karya sastra dengan masyarakat merupakan sepenggal kenyataan yang muncul dalam karya sastra. Hal ini sesuai dengan konsep teori yang dikemukakan oleh Weellek, dalam Badrun, (1983: 17) bahwa karya sastra mencerminkan dan mengekspresikan kehidupan, tetapi tidak benar kalau dikatakan bahwa pengarang mengekspresikan kehidupan kehidupan secara keseluruhan, atau kehidupan jaman tertentu secara kongkret dan menyeluruh.
Masyarakat disamping sebagai penentu keberadaan karya sastra juga menjadi sumber inspirasi pengarang untuk menciptakan karya sastra. Memahami karya sastra berarti memahmi suatu kehidupan sosial. Hal ini bermakna, bahwa kajian tentang sastra akan terkait dengan kajian tentang manusia, tentang kehidupan, tentang budaya, tentang ideologi, tentang perwatakan, bahkan tentang hal lain yang lebih luas yang terkait dengan kehidupan manusia.
Hubungan kedekatan antara karya sastra dengan masyarakat ini melahirkan studi sosiologi sastra yaitu pendekatan terhadap karya sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (Damono, 1978: 2). Artinya sosiologi sastra merupakan upaya menemukan kenyataan sosial dalam karya sastra. Sastra bersifat sosiologis harus menghadirkan unsur-unsur kemayarakatan dadalamnya.
Sosiologi sastra sebagai ilmu memiliki kajian. Wellek dan Werren dalam Damono (1978: 3) membuat klasifikasi bagan sosiologi sastra menjadi tiga bagian. Pertama sosiologi pengarang yang membahs tentang status sosial pengarang, ideolodi pengarang, serta hal-hal yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra. Kedua, sosiologi karya sastra yang menelaah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Ketiga, sosiologi sastra mengkaji tentang pembaca serta pengarus sosial karya sastra.


2.2. Budaya
2.2.1. Definisi Budaya
Untuk membedakan manusi dengan makhluk lainnya dapat dilihat dari perilakunya sebagian besar dikendalikan oleh budi atau akalnya. Kata budaya berasal dari kata sansekerta, yaitu buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata budhi yang berarti budi atau akal.
Kalau kata budaya diruntut dari kata majemuk berasal dari kata budi dan daya atau kekuatan dari akal, akal atau budi itu mempunyai unsur unsur budi itulah yang disebut dengan kebudayaan. Atau dengan kata lain kebudayaan adalah hasil karya dari cipta, rasa, dan karsa. Hasil hasil kebudayaan dapat terwujud bangunan bangunan candi, rumah adat, dan gedung gedung pencakar langit dan non materi misalkan adat istiadat, religi dan kepercayaan.
mengenai definisi kebudayaan, berikut ini akan diberikan beberapa contohnya. Orang yang pertama kali merumuskan definisi kebudayaan adalah E.B.Taylor (1832-1917), guru besar antropologi di Universitas Oxford pada tahun 1883. Pada tahun 1871, E.B. Taylor mendefinisikan kebudayaan sebagai berikut "Kebudayaan adalah mencakup ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan, serta kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat".


2.2.2. Fungsi Budaya
Dalam UUD 1945 pasal 32 disebutkan bahwa pemerintah memajukan kabudayaan nasional Indonesia dan penjelasannya menjelaskan bahwa kebudayaan bangsa Indonesia ialah kebudayaan yang timbul sebagai usaha budi daya seluruh rakyat Indonesia.
Sementara itu, kebijakan pemerintah dalam bidang kebudayaan telah ditetapkan dalam GBHN yaitu seperti pembinaan kesenian daerah, bahasa daerah, bahasa Indonesia, disiplin nasional,nilai-nilai budaya, usaha pembaharuan bangsa dan lain sebagainya. Oleh karena itu fungsi dari kebudayaan adalah sebagai berikut :
1) Alat atau media yang mencerminkan cipta, rasa, dan karya leluhur bangsa, yang unsur-unsur kepribadiaanya dapat dijadikan suri tauladan bangsa kina dan yang akan datang dalam rangka pembinaan dan mengempangkan budaya nasional.
2) Alat atau media yang memberikan inspirasi atau ekselersi dalam pembangunan bangsa baik materiil maupun spiritual sehingga tercapai keharmonisan diantara keduannya.
3) Objek ilmu pengetahuan dibidang sejarah dan kepurbakalaan pada khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya.
4) Alat atau media untuk memupuk saling pengertian dikalangan masyarakat dan bangsa seta umat manusia memaluli nilai-nilai sosila budaya yang terkandung oleh peninggalan sejarah warisan budaya masa lalu.
2.3. Pengertian Naskah Drama
Naskah drama (lakon) pada umumnya disebut scenario, berupa susunan (komposisi) dari adegan adegan dalam penuangan sebagai karya tulis, biasanya memiliki keterbatasan sesuai dengan fitrahnya.
Seni drama modern di Indonesia menurut Rendra seperti yang telah dikutip Syamsul Edeng Ma’arif tim kehadirannya timbul dari golongan elit yang tidak puas ndengan komposisi drama rakyat dan seni drama trdisional. Naskah sandiwara mulai sangat dibutuhkan, karena dialog yang dalam dan otentik dianggap sebagai mutu yang penting.
Naskah drama adalah suatu cerita drama dalam bentuk dialog atau dalam bentuk Tanya jawab antar pelaku. Sedangkan penyajiannya melalui dialog dan gerak para pelaku dari sebuah panggung kepada penoton.
Biasanya naskah drama ditulis untuk kepentingan pementasan yang diangkat dari isu-isu yang terjadi dalam masyaraktf. Namun ada juga naskah drama yang berupa adaptasi dari novel, puisi, cerpen dan karya sastra yang dapat diadaptasi yang dari keseluruh cerita itu di tulis ulang menjadi naskah drama.
Naskah drama (lakon) merupakan penuangan dari ide cerita kedalam alur cerita dan susunan lakon. Seorang penulis naskah drama dalam proses berkaryanya bertolak dari tema cerita. Tema itu ia susun jadi sebuah cerita yang terdiri dari peristiwa-peristiwa, yang memiliki alur yang jelas dengan ukuran dan panjang yang perhitungkan menurut kebutuhan sebuah pertunjukan. Bisa untuk satu jam duan jam atau lebih. Karena itu dalam penyusunannya harus berpegang pada azas kesatuan (Unity). ( http://bismirindu.wordpress.com/tag/drama/ )
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Sumber Data Dan Data Penelitian
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa naskah drama yang berjudul LENG karya Bambang Widoyo SP yang peneliti memulai penelitiannya mulai halaman 65 sampai akhir sebagai objek penelitian.

3.2. Cara Kerja Penelitian
Untuk menganalisis naskah drama LENG penulis melakukan dengan pembacaan heruistik, pembacaan hermeneutik (Riffaterre, 1978: 5-6) serta menonton pementasan naskah drama LENG.
Pembacaan heruistik adalah pembacaan berdasarkan struktur kebahasaan atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama. Dalam pembacaan heruistik ini penulis membaca berdasarkan struktur kebahasaan.
Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang (retroaktif) sesudah pembacaan heruistik dengan memberikan konvensi sastranya.

3.3. Teknik Pengumpulan Data
Langkag-langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah:
1. Membaca naskah drama LENG
2. Metode mendiskripsikan adalah metode yang digunakan untuk mencari data dengan cara mendeskripsikan data yang telah diperoleh.
3. Metode riset perpustakaan adalah metode yang digunakan untuk mecari dan menelaah berbagai buku sebagai bahan pustaka yang digunakan untuk sumber tertulis. Sember data primer dalam penelitian ini adala naskah drama LENG. Sumber data sekunder adalah buku-buku yang terkait dengan teori sastra yang menunjang penelitian ini.


DAFTAR PUSTAKA


http://jogjanews.com/id/2010/07/19/pentas-leng-teater-gajah-mada-dengan-teater-menghidupkan-persoalan-hidup/

http://bismirindu.wordpress.com/tag/drama/

Herusatoto, Budiono. 1983. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: PT Hanindita.

Damoni,sapardi Djoko, 1984, Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yokyakarta: Gajah Mada Univercity

Tidak ada komentar:

Posting Komentar