ngepeter's face

ngepeter's face
wajah orang-orang ruwet

Kamis, 05 Mei 2011

ANALISIS CERPEN "SANG BAYU" KARYA ANJAR HANG

BAB 1
PENDAHULUAN

Pada hakitanya sebuah karya sastra adalah replika kehidupan nyata. Walaupun berbentuk fiksi, misalnya cerpen, novel, dan drama, persoalan yang disodorkan oleh pengarang tak terlepas dari pengalaman kehidupan nyata sehari-hari. Hanya saja dalam penyampaiannya, pengarang sering mengemasnya dengan gaya yang berbeda-beda dan syarat pesan moral bagi kehidupan manusia.
Taum (1997:15) mengatakan bahwa karya sastra adalah deskripsi pengalaman kemanusiaan yang memiliki dimensi personal dan social sekaligus. Dalam sastra pengalaman dan pengetahuan kemanusiaan tidak sekedar dihindarkan begitu saja, melainkan secara fundamental mengndung gagasan estetis. Artinya bahwa sebuah karya mengungkapkan dan menjelaskan tentang persoalan-persoalan yang dihadapi oleh manusia dengan menambahkan unsure-unsur estetis (keindahan) serta kreatifitas pengarang.
Psikologi dalam dunia sastra kini sedang berkembang. Kemunculan psikologi sendirir dalam dunia sastra bukan tanpa sebab melaina adanya beberapa factor. Pertama, ilmu psikologi dibutuhkan dalam sastra untuk mengkaji aspek psikologi pengarang. Pembaca serta tokoh-tokoh rekaan dalam karya sastra itu sendiri. Kedua, karena adanya unsure-unsur psikologi dalam sastra dan menghubungkannya dengan teori psikoanalisisnya yang terkenal dengan ide, ego, dan super ego (Endraswara, 2008: 1)
Sastra dan psikologi mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dikarenakan antara ilmu sastra dan ilmu psikologi sama-sama menjadikan manusia sebagai objek kajia. Hal ini berdasarkan apa yang dikatakan oleh Endraswara (2006:97) bahwa karya sastra dan psikologi memiliki keterkaitan yang erat.
Aspek psikologi dalam sastra dapat dilihat dari aspek yaitu: aspek psikologi pengarang, aspek psikologi pembaca dan aspek psikologi tokoh. Dari ketiga aspek psikologi tokoh adalah aspek yang paling mudah dikaji. Karena aspek psikologi tokoh dititik beratkan pada tokoh yang ada dalam karya tersebut. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa antara psikologi dan sastra memiliki hubungan tidak langsung dan fungsional. Sebab sastra dan psikologi sama-sama berangkat dari kejiwaan manusia.
Dalam ilmu psikologi manusia dipelajari secara ilmiah atau riil sedenga dalam sastra manusia dipelajari dalam bentuk imajinasi. Manusia dalam psikologi mengalami beberapa perubahan diantaranya : perubahan dengan seorang bayi menjadi anak-anak kemudian menjadi remaja berkembang lagi menjadi dewasa kemudian tua hingga akhirnya mati. Pada setiap perubahan manusia mengalami perkembangan secara psikologi. Dalam hal ini perubahan yang sangat menentukan terjadi pada saat manusia menjadi seorang remaja karena dalam masa ini manusia mengalami perkembangan dari aspek psikologi dan fisik. Hal tersebut sejalan dengan pendapat (Mappiare, 1982:14) bahwa remaja perlu adanya perhatian, pengertian dan pemahaman (pendidikan dan pembimbing) terhadap seluk beluk kejiwaan agar mereka mencapai tujuan lebih baik sebagai penerus bangsa.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Sastra
Sastra merupakan bagian dari kebudayaan. Kebudayaan tidak dapat dilihat sebagai susuai yang statis tetapi merupakan sesuatu yang dinamis, senantiasa berubah. Pengkajian kebudayaan dapat dilakukan melalui karya sastra.
Panuti Sudjiman (1986 : 68), mendefinisikan sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan ungkapannya.
Sumarno dan Saini, sastra adalah ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, gagasan, semangat, keyakinan, dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan pesona dengan alat-alat bahasa.

2.2 Psikologi
Secara etimologis, psikologi berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung.
• Williams James (1890) mendefinisikan psikologi sebagi ilmu yang mempelajari kehidupan mental, james menekankan pentingnya unsur-unsur subyektif atau kemanusiaan yang tidak dapat diterima oleh indera manusia.
• John Watson (1919) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang mengkaji perilaku secara obyektif dan dapat diterima oleh indera manusia yang lain.
• Feldman(1999) menyatakan psikologi adalah studi ilmiah tentang perilaku dan proses mental manusia.
Secara umum psikologi dapat diartikan sebagi ilmu yang menggunakan prinsip-prinsip ilmiah untuk mempelajari perilaku manusia baik perikalu yang terlihat, seperti makan, minum, berjalan, tidur, bekerja dan bicara maupun perilaku yang tidak dapat dilihat seperti berfikir, emosi dan imajinasi.

2.3. Sastra Dan Psikologi
Sebuah karya sastra dikatakan sebgai sebuah cermin dari masyarakat dimana karya sastra itu dilahirkan. Dalam kehidupan sehari-hari manusia adalah tokoh pelaku yang menjalankan kehidupan itu sendiri. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang rumit dan kompleks dengan segala permasalahan-permasalahan itulah yang oleh pengarang dijadikan sebuah karya sastra yang mampu mewakili kondisi pada saat karya sastra tersebut ada.
Endraswara (2006:96) menyatakan bahwa karya sastra adalah produk kejiwaan dan pemikiran pengarang yang berada pada situasi tertentu yang kemudian dituangkan bentuk proses imajinasi pengarang. Hal tersebut sejalan dengan ungkapan bahwa sebuah karya sastra selalu dilatarbelakangi oleh kehidupan masyarakat maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupanya atau zaman pada saat sastra diciptakan (Aminuddin, 1987:46). Dengan demikian maka sebuah karya sastra dapat dikaji dari berbagai aspek kehidupan karena cakupannya termasuk dikaji dari segi psikologi.
Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra sebagai aktifitas kejiwaan. Dalam psikologi sastra menganggap bahwa sastra adalah sebuah pantulan kejiwaan. Pengarang menangkap gejala jiwa kemudian diolah kedalam teks yang dilengkapi dengan kejiwaannya sendiri. Karya sastra psikologi akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh sesuai dengan yang diungkapkan Jatmen dalam Endraswara(2003:97) bahwa karya sastra dan psikologi memang memiliki pertautan yang erat secara tidak langsung karena baik sastra maupun psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsionl karena semata-mata untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain.
Demikian sastra dan psikologi memeang memiliki landasan yang kokoh, karena baik sastra maupun psikologi sama-sama mempelajari hidup manusia. Bedanya sastra mempelajari manusia sebagai ciptaa imajinasi pengarang, sedangkan psikologi mempelajari tentang manusia sebagai ciptaan illahi secara riil. Namun demikian sifat-sifat manusia dalam psikologi maupun sastra sering menunjukkan kemiripan. Sehingga psikologi sastra memang tepat dilakukan (Endraswara, 2003:99)
Psikologi sastra tidak bermaksud untuk memecahkan masalah psikologi praktis. Secara definitif, tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya sastra, meskipun demikian bukan berarti bahwa analisis psikologi sastra sama sekali terlepas dengan kebutuhan masyarakat.

2.4. Remaja
Masa remaja adalah masa yang paling indah, paling menyedihkan, masa yang paling dikenang, dan juga masa yang ingin dilupakan. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak ke masa dewasa, atau masa belasan tahun atau masa seseorang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya(Sarwono, 2007: 2)
Mappiare(1982:12) beraggapan bahwa remaja adalah manusia yang paling berpotensi karena remaja penuh dengan vitalitas, semangat pratriotis, harapan penerus bangsa. Sejarah telah mencatat betapa negara ini telah disusun di atas jerih payah bahkan pengorbanan jiwa remaja Indonesia ”tempo doeloe”.
2.4.1 Ciri-Ciri Masa Remaja
Ciri-ciri masa remaja menurut ahli psikologi remaja Hurlock (1992). Masa remaja mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelumnya:
Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (1992), antara lain :
a. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi perkembangan selanjutnya.
b. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan.
d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut.
f. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
g. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan didalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks.
h. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.
Disimpulkan adanya perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja, kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat menjalani tugas perkembangan dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab. http://duniapsikologi.dagdigdug.com/ciri-ciri-remaja/(diposting tanggal 03 Desember 2008)

2.4.2.Batas Usia Remaja
Batas Usia Remaja Menurut Kartono (1990), dibagi tiga yaitu :
1. Remaja Awal (12-15 Tahun)
Pada masa ini, remaja mengalami perubahan jasmani yang sangat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat intensif sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan pada saat ini remaja tidak mau dianggap kanak-kanak lagi namun sebelum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya. Selain itu pada masa ini remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas dan merasa kecewa.
2. Remaja Pertengahan (15-18 Tahun)
Kepribadian remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri. Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis.
Maka dari perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja awal maka pada rentan usia ini mulai timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang dilakukannya. Selain itu pada masa ini remaja menemukan diri sendiri atau jati dirnya.


3. Remaja Akhir (18-21 Tahun)
Pada masa ini remaja sudah mantap dan stabil. Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan sendiri dengan keberanian. Remaja mulai memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang baru ditemukannya.

2.4.3.Perkembangan Psikologi Remaja
Perkembangan psikologi remaja ada lima macam yaitu:
1. Perkembangan Kepribadian
Remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa. Secara psikologi kedewasaan bukan hanya sekedar tercapainya umur tertentu tetapi berupa keadaan yang sudah terdapat ciri-ciri psikologi tertentu pada individu.
Tahap anak-anak bayi adalah tahap dimana yang eksistensinya semata-mata berupa heriditas, dorongan-dorongan primitive dan refleks. Bayi belum memikili sifat-sifat khusus yang kemudian baru muncul ketika telah terjadi transaksi-transaksi dengan lingkungan, kekhasan adalah akibatnya. Pada saat lahir bayi memang telah dibekali dengan potensi-potensi fisik dan mental namun demikian pemenuhannya masih menunggu proses pertumbuhan dan pematangan. Terdapat fakta bahwa pada waktu lahir seseorang belum memiliki kualitas khusus yang kelak akan membentuk kepribadiannya. Keadaan ini sudah mulai berubah sejak dini secara berangsur-angsur, bahkan dalam tahun pertama kehidupan (Hall dan Lidzey, 1993:41-42)

2. Perkembangan Intelegensi
Intelegensi adalah kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara teratur dan terarah serta mampu mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Dalam intelegensi mengandung unsur pikiran(kognisi) atau rasio. Semakin banyak unsur rasio yang harus digunakan dalam suatu tindakan atau tingkah laku, semakin berintelegensi tingkah laku tersebut.
Perkembangan kognitif mengikuti prinsip penyesuaian terhadap lingkungan yang bersangkut paut dengan tujuan dan perjuangan hidup (Sarwono, 2007:80)

3. Perkembangan Peran Sosial
Peran sosial adalah konflik yang mengakibatkan terjadinya gejolak emosi. Di satu pihak ia sudah ingin mandiri sebagai orang dewasa, di lain pihak ia masih harus terus mengikuti kemauan orang tua(Sarwono, 2007:84)
Kebanyakan orang tua memperlakukan remaja sebagai anak-anak sehingga para orang tua merasa berhak mengatur dan mengarahkan jalannya kehidupan anak mereka. Tak jarang pula orang tua juga memperlakukan remaja sebagai orang dewasa anak-anak diberitanggungjawab sebagai orang dewasa. Ketidak konsistenan orang dewasa atau orang tua inilah yang menyebabkan terjadinya konflik peran sosial dalam diri remaja, mereka bingung dalam menempatkan dirinya apakah sebagai anak atau sebagai dewasa.

4. Perkembangan Peran Gender
Gender merupakan istilah pembeda antara dua hal seperti lelaki dan perempuan, maka dalam hal ini remaja dituntut untuk berperan sosial dengan gendernya masing-masing. Dengan perkembangan remaja tidak pernah murni berdiri sendiri, mereka terpengaruh oleh lingkungan, yang nanti akan menuntun mereka pada gender yang akan dikehendaki.
Dalam kehidupan nyata terdapat beberapa pertimpangan gender seperti ada anak lelaki yang mempuntai sifat gemulai dan juga ada perempuan yang tomboy dia bertubuh perempuan tapi bersifat layaknya lelaki. Hal ini terjadi karena dalam diri seseorang atau individu terdapat dua sifat sekaligus yaitu sifat kelaki-lakian dan kewanitaan maka dalam perkembangan dua sifat tersebut akan ditentukan salah satu sifat yang dominan yang berkembang pada diri individu (Sarwono, 2007: 89)

5. Perkembangan Moral Dan Religi
Moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa. Dengan begitu ia tidak melakukan tindakan atau hal-hal yang dapat merugikan atau bertentangan dengan kehendak dan pandangan masyarakat.
Religi yaitu kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat yang mengatur alam semesta ini adalah sebagian dari moral, sebab dalam modal sebenarnya diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik sehingga perlu dihindari. Agama, oleh karena mengatur juaga tingkah laku baik-buruk, secara psikologi termasuk dalam moral. Hal lain yang termasuk dalam moral adalah sopan santun, tata karma dan norma-norma masyarakat lain.

2.5. Tokoh Dan Penokohan
Dalam pembicaraan sebuah fiksi, sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pada pengertian yang hampir sama.
Istilah “tokoh” menunjukan pada orangnya, pelaku cerita. Watak, perwatakan dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menujuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi-karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan--menujuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak(-watak) tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti yang dikatakan oleh Jones (1968:33), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Burhan Nurgiyantoro, 2005:165).
Penggunaan istilah “karakter” (character) sendiri dalam literatur bahasa Inggris menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut (Stanton, 1965:17 dan Burhan Nurgiyantoro, 2005:165).
Tokoh cerita (character), menurut Abrams (1981:20), adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dari kutipan tersebut juga dapat kiketahui bahwa antar seorang tokoh dengan kualitas pribadinya erat berkaitan dalam penerimaan pembaca. Dalam hal ini, pembacalah sebenarnya yang memberi arti semuanya.
Istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan “perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh certa, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyaran pada teknik pewujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.
Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca (Burhan Nurgiyantoro, 2005:167).



BAB III
ANALISIS CERPEN

Penelitian terhadap sebuah karya sastra dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu pendekatan terhadap pengarang(ekspresif), tokoh (tekstual), dan pembaca (pragmatik). Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan terhadap tokoh(tekstual). Pendekatan psikologi terhadap tokoh dalam karya sastra tidak akan terlepas dari kedudukan atau peran tokoh dalam karya sastra. Dalam sastra tokoh memiliki peranan yang berbeda-beda baik sebagai tokoh utama atau sebagai tokoh tambahan.
Penelitian ini mengkaji tentang psikologi remaja dalam cerpen “Sang Bayu” karya Anjar Hang yang bertujuan pertama mendeskripsikan remaja (tokoh utama remaja) dalam cerpen “Sang Bayu”. Kedua menganalisis perkembangan psikologi remaja dari aspek intelegensi dan peran sosialnya.
Dalam penelitian ini ada tokoh utama (remaja yang akan dianalisis aspek psikologinya) yaitu 1). Fhia, 2). Bayu, 3). Laras dan 4). Judit. Dari keempat tokoh tersebut dipilih berdasarkan kriteria tokoh utama yaitu tingkat kemunculan tokoh tesebut.

3.1. Analisis Deskripsi Remaja
Tokoh
Dalam analisis tokoh remaja dalam cerpen “Sang Bayu” ada empat tokoh yang menjadi pelaku dalam cerpen tersebut:
1. Fhia
Tokoh Fhia dalam cerpen tersebut merupakan remaja yang masih duduk dibangku sekolah, hal ini terlihat pada cuplikan berikut:
Cewek berambut cepak, sang ketua pelaksana ‘Malam Kesenian Antar Sekolah’ ini memang penuh perhatian.
Hal ini menunjukkan tokoh Fhia memang sebenarnya adalah masih seorang pelajar yang mempunyai rasa percaya diri dan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang dilakukannya.

2. Bayu
Tokoh Bayu dalam cerpen juga seorang remaja yang baru saja lulus sekolah. Hal ini tampak pada cuplikan berikut:
Saat kebingungan begitu, mendadak saja Fhia dikenalkan Boy, ketua OSISnya dengan seorang Bayu alumni sekolah tahu lalu yang langsung membantu menangani dekorasi.
Dari cuplikan diatas, tokoh Bayu adalah alumni sekolah setahun yang lalu, itu berarti bahwa tokoh Bayu juga menandakan bahwa ia juga masih remaja yang mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan sendiri dengan keberanian.

3. Laras
Tokoh Laras dalam cerpen tersebut adalah teman dekat atau bisa dibilang sahabat karib tokoh Fhia di sekolah. Hal tersebut dapat dilihat dari cuplikan berikut:
Fhia nggak tahan buat tersenyum. Mata bayi itu jadi mirip sungguhan kalau sudah mengharap begitu. Segera dirangkulnya salah satu anak buahnya sekaligus sobatnya itu.
Dalam cuplikan diatas menandakan bahwasanya tokoh Laras merupakan sahabat tokoh Fhia, yang artinya bahwa ia juga termasuk remaja yang masih duduk dibangku sekolah

4. Judit
Tokoh Judit dalam cerpen tersebut juga merupakan siswa sekolah. Hal ini terlihat dari cuplikan berikut:
Mendadak Fhia menghentikan pekerjaannya. Dipandanginya gadis berkaca mata minus dua, teman sekelasnya itu. Sementara Judit tetap serius menumpukkan pasangan roti-roti yang telah dioleskan mentega.
Dari cuplikan diatas dapat dketahui bahwa tokoh Judit yang juga sama-sama teman sekelas Fhia.

3.2. Perkembangan Psikologi Remaja
Perkembangan psikologi remaja pada tokoh cerpen tersebut berkembang pada aspek perkembangan intelegensi. Yang mana kemampuan seorang individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta mampu mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Selain itu perkembangan peran sosial juga berperan, dimana dalam tokoh-tokoh cerpen tersebut terdapat konflik emosi yang terhadap teman-teman yang lain.
Hal ini dapat terlihat dalam tokoh-tokoh cerpen berikut:
1. Fhia
Tokoh Fhia dalam cerpen menujukkan bahwa Fhia seorang individu yang memiliki tingkat intelegensi, dimana ia dapat bertindak serta mampu menjadi ketua dalam subuah acara disekolahnya tersebut. Hal ini dapat terlihat dari cuplikan cerpen berikut:
Cewek berambut cepak, sang ketua pelaksana ‘Malam Kesenian Antar Sekolah’ ini memang penuh perhatian. Bukan saja pada Bayu, tetapi kepada semua panitia yang lain. Nggak enak juga kalau apa yang dikatakan Fhia barusan dianggap angin lalu. Fhia benar-benar tulus memperhatikan anak buahnya.
Dari cuplikan diatas, dapat diketahui tokoh Fhia adalah seorang individu yang memiliki intelegensi, dimana dia dapat bertindak serta mampu menjadi ketua pelaksana Malam Kesenian Antar Sekolah.

2. Bayu
Tokoh Bayu dalam cerpen adalah seorang individu yang memiliki intelegensi atau kemampuan dalam bidang seni lukis, ia juga mempunyai aspek social terhadap lingkungannya seperti bertanggung jawab terhadap tugas yang telah diberikan kepadanya. Hal ini terlihat pada cuplikan cerpen berikut:
Di aula terlihat sang peluis tengah asyik menyelesaikan tugasnya. Sebagai seksi dekorasi, Bayu memang bertanggung jawab sekali menyelesaikan tugas yang sudah ia sanggupi. Keahliannya di bidang seni lukis memudahkan pekerjaannya agar cepat selesai.
Dari cuplikan cerpen diatas diketahui bahwa selain memiliki keahlian di bidang seni lukis, Bayu juga dapat bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang telah diberikan kepadanya

3. Laras
Dalam cerpen tersebut tokoh Laras tidak begitu detail dijelaskan, karena tokoh Laras hanya tergolong sebagai tokoh tambahan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan cuplikan berikut:
“Bayu tidur di sekolah lagi?” Tanya Laras setelah membenahi napasnya yang rada tersengal-sengal. Fhia cuma mengangguk.
“Kalau gitu aku boleh…..”
“Nggak deh. Kemarin kan kesalahanku aja. Nggak ngasih tau dulu ke mereka. Hari ini aku udah bilang sekalian ijin kok,” cerocos Laras mencoba menyakinkan Fhia” Sang ketua pelaksana pura-pura berfikir, “Please, Fhi……,” Laras sungguh-sungguh berharap.
Cuplikan lainya juga terlihat pada:
Ya ampun. Di cariin ternyata di sini,” seru suara centil milik Laras yang mendadak muncul di depan pintu. Kedua makhluk yang sudah lebih dahulu berada di dalam mendadak diam. Mereka Cuma bisa tersenyum.
“Anak-anak pada mau sekolah dulu tuh. Yang masuk sore, pada mau pulang dulu,” Laras duduk di pinggiran meja seraya mencomot setangkap roti.
Dari cuplikan di atas dapat dibuktikan bahwasanya tokoh Laras tidak begitu banyak muncul dalam dialog, sehingga bisa dikatakan sebagai tokoh tambahan saja.

4. Judit
Tokoh Jadit adalah tokoh yang protaginis, karena di dalam cerpen ini dijelaskan dia memiliki masalah batin dengan temannya. Dan psikologis Jadit saat itu dalam keadaan emosi dan tidak labil.
Hal itu dapat dilihat dari kutipan cerpen di bawah ini :
“Sebel!” Judit melipat tangannya. Mukanya ditekuk. Merengut,
“Lho kenapa?” Fhia menyeruput teh yang dia buat sendiri.
“Laras. Dia ternyata naksir Bayu beneran. Mulai cari muka lagi,” umpat Judit jengah.
Fhia menahan senyum. Dit, Bayu itu baik pada semua orang. Termasuk Laras dan aku.”
“Tapi, itu berarti gua saingan dong dengan dia.”
Dari bukti cuplikan cerpen di atas dapat dibuktikan bahwasanya tokoh Judit adalah tokoh yang protagonist, karena disini dia memiliki masalah dengan temannya dan Judit marah dengan temannya itu tadi.



BAB IV
PENUTUP

Simpulan
Penelitian ini mengkaji tentang psikologi remaja dalam cerpen “Sang Bayu” karya Anjar Hang yang bertujuan pertama mendeskripsikan remaja (tokoh utama remaja) dalam cerpen “Sang Bayu”. Kedua menganalisis perkembangan psikologi remaja dari aspek intelegensi dan peran sosialnya.
Analisis pendeskripsian remaja
1. Fhia
Tokoh Fhia dalam cerpen tersebut merupakan remaja yang masih duduk dibangku sekolah, hal ini terlihat pada cuplikan berikut:
Cewek berambut cepak, sang ketua pelaksana ‘Malam Kesenian Antar Sekolah’ ini memang penuh perhatian.

2. Bayu
Tokoh Bayu dalam cerpen juga seorang remaja yang baru saja lulus sekolah. Hal ini tampak pada cuplikan berikut:
Saat kebingungan begitu, mendadak saja Fhia dikenalkan Boy, ketua OSISnya dengan seorang Bayu alumni sekolah tahu lalu yang langsung membantu menangani dekorasi.

3. Laras
Tokoh Laras dalam cerpen tersebut adalah teman dekat atau bisa dibilang sahabat karib tokoh Fhia di sekolah. Hal tersebut dapat dilihat dari cuplikan berikut:
Fhia nggak tahan buat tersenyum. Mata bayi itu jadi mirip sungguhan kalau sudah mengharap begitu. Segera dirangkulnya salah satu anak buahnya sekaligus sobatnya itu.


4. Judit
Tokoh Judit dalam cerpen tersebut juga merupakan siswa sekolah. Hal ini terlihat dari cuplikan berikut:
Mendadak Fhia menghentikan pekerjaannya. Dipandanginya gadis berkaca mata minus dua, teman sekelasnya itu. Sementara Judit tetap serius menumpukkan pasangan roti-roti yang telah dioleskan mentega.

Perkembangan Psikologi Remaja
1. Fhia
Tokoh Fhia dalam cerpen menujukkan bahwa Fhia seorang individu yang memiliki tingkat intelegensi, dimana ia dapat bertindak serta mampu menjadi ketua dalam subuah acara disekolahnya tersebut. Hal ini dapat terlihat dari cuplikan cerpen berikut:
Cewek berambut cepak, sang ketua pelaksana ‘Malam Kesenian Antar Sekolah’ ini memang penuh perhatian. Bukan saja pada Bayu, tetapi kepada semua panitia yang lain. Nggak enak juga kalau apa yang dikatakan Fhia barusan dianggap angin lalu. Fhia benar-benar tulus memperhatikan anak buahnya.

2. Bayu
Tokoh Bayu dalam cerpen adalah seorang individu yang memiliki intelegensi atau kemampuan dalam bidang seni lukis, ia juga mempunyai aspek social terhadap lingkungannya seperti bertanggung jawab terhadap tugas yang telah diberikan kepadanya. Hal ini terlihat pada cuplikan cerpen berikut:
Di aula terlihat sang peluis tengah asyik menyelesaikan tugasnya. Sebagai seksi dekorasi, Bayu memang bertanggung jawab sekali menyelesaikan tugas yang sudah ia sanggupi. Keahliannya di bidang seni lukis memudahkan pekerjaannya agar cepat selesai.

3. Laras
Dalam cerpen tersebut tokoh Laras tidak begitu detail dijelaskan, karena tokoh Laras hanya tergolong sebagai tokoh tambahan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan cuplikan berikut:
“Bayu tidur di sekolah lagi?” Tanya Laras setelah membenahi napasnya yang rada tersengal-sengal. Fhia cuma mengangguk.
“Kalau gitu aku boleh…..”
“Nggak deh. Kemarin kan kesalahanku aja. Nggak ngasih tau dulu ke mereka. Hari ini aku udah bilang sekalian ijin kok,” cerocos Laras mencoba menyakinkan Fhia” Sang ketua pelaksana pura-pura berfikir, “Please, Fhi……,” Laras sungguh-sungguh berharap.

4. Judit
Tokoh Jadit adalah tokoh yang protaginis, karena di dalam cerpen ini dijelaskan dia memiliki masalah batin dengan temannya. Dan psikologis Jadit saat itu dalam keadaan emosi dan tidak labil.
Hal itu dapat dilihat dari kutipan cerpen di bawah ini :
“Sebel!” Judit melipat tangannya. Mukanya ditekuk. Merengut,
“Lho kenapa?” Fhia menyeruput teh yang dia buat sendiri.
“Laras. Dia ternyata naksir Bayu beneran. Mulai cari muka lagi,” umpat Judit jengah.


DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Abrams, M.H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Elizabeth, Hurlock B. 1980. Developmental Psychology. New York. Mc.Graw Hill Book Company. Inc.
Hall, Calvins. 1993. Teori-teori Sifat dan Sifat Bahavioristik. Terjemahan Supratiknya. Yogyakarta: Kanius.
Jones, Edward H. 1968. Outlines of Literatur: Short Stories, Novels, and Poems. New York: The Macmillan Company
Nurgiantoro, Burhan. 1990. Kajian Interstektual dalam Sastra Perbandingan, Cakrawala Pendidikan. No.3, Th X hlm.45-59
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sudjiman, Panuti dan Aart van Zoest. 1992. (penyunting) serba-serbi semiotika. Jakarta: Gramedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar